HMI Futuristik, Refleksi 72 Perjuangan
KabarTerkini. News- Kanda Lafran Pane adalah pahlawan nasional yang sangat luar biasa. Ia mendirikan HMI dan membesarkan HMI dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Beliau tidak menjadikan HMI sebagai batu loncatan untuk mencari nama dan kuasa di Indonesia. Mulai dari 1947 – beliau wafat, sosok yang satu ini tidak gila harta, tahta dan juga sunyi dari liputan. Bagi Lafran, misi besar HMI adalah mensyiarkan Islam dan mendidik negarawan-negarawan muslim yang dapat mengisi kemerdekaan.
Disamping kecintaannya terhadap Islam, nasionalismenya Lafran tidak bisa diragukan. HMI yang Ia dirikan bersama beberapa kawannya di Jogyakarta dimasa itu diperhadapkan dengan agresi Belanda I dan II. Secara organisatoris HMI turut membentuk satuan militer di masa-masa agresi Belanda untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah yang ingin menguasai Indonesia.
Lafran adalah, sosok yang dikenal sebagai Ketua Umum PB HMI pertama dan tercepat sepanjang sejarah perjuangan HMI. Demi suksesnya syiar Islam, Ia rela mengundurkan diri dari Ketua umum PB dan menyerahkannya kepada salah satu kader dari UGM. Pasca sertijab, Ia kembali memimpin salah satu Cabang tanpa merasa takut dan hilang nama di himpunan yang telah ia dan beberapa kawan dirikan di STI saat itu.
Dalam hidup Lafran ada banyak kisah yang bisa diarifi oleh setiap anak bangsa terkhusus keluarga hijau hitam. Semisal komitmen untuk menjalankan hidup yang sederhana. Lafran pernah ditawari oleh beberapa alumni HMI, untuk ia menggunakan motor atau mobil dan itu dibelikan langsung oleh alumni karna menghormati jasanya, namun dengan tegas ia menolak. Sampai pada satu waktu ada satu alumni yang karna sedikit kesal pada diri Lafran, ia rantai sepeda ontelnya pada tiang listrik. Tujuan dari alumni ini adalah agar Lafran bisa menerima tawaran-tawaran yang diberikan, namun pada saat yang sama pendiriannya tidak berubah. Lafran tetap menjalankan aktivitas mengajar seperti biasa dengan menyusuri jalan dengan berjalan kaki tanpa mempersoalkan (menghujat) orang yang merantai sepeda miliknya.
Pemandangan demikian malah membuat senior yang merantai sepeda ontel milik Lafran menjadi ibah. Ia meneteskan air mata sewaktu Ia melepaskan rantai dari sepeda dan mengembalikan sepeda tersebut kepada Lafran. Dia menyesali perbuatan yang iya lakukan, karna telah membiarkan Lafran pulang pergi kampus dan rumah dengan berjalan kaki selama beberapa hari sewaktu ontelnya dirantai. Walau sebenarnya Ia berniat baik agar pendirian Lafran berubah dan membuka diri untuk menerima hadiah dari alumni yang ingin membelikan motor dan mobil padanya.
Sewaktu orde lama tumbang dan Soeharto naik tahta, beberapa alumni HMI di ajak untuk menempati posisi penting di Negara semisal pada lapangan eksekutif, legislatif, yudikatif dll. Banyak tawaran datang pada Lafran silih berganti, pernah Akbar Tanjoeng datang bertamu dan menyampaikan padanya bahwa ada posisi di MPR/DPR RI yang masih kosong dan posisi yang kosong itu di prioritaskan pada Lafran, jawabnya sederhana biarkan saya menjalankan aktivitas akademik saya seperti biasa dan silakan kalian (maksudnya Akbar Tanjoeng dan alumni HMI lain) berjuang di tempat itu agar mision HMI bisa sukses diimplementasikan.
Di masa-masa lansia pada beberapa kongres intens Lafran ikuti, dari pembukaan sampai penutupan kongres setia Ia melihat adik-adik solid hijau hitamnya berperang gagasan dalam menentukan arah gerak, pola perkaderan, dan bahkan mengorbitkan pemimpin PB HMI saat itu. Ada satu cerita menarik tentang Lafran saat Kongres HMI diadakan. Kongres ini diadakan dalam suasana orba dan otomatis menghendaki setiap kader HMI mengantongi Id card agar bisa masuk arena sidang. Di pintu masuk arena kongres itu Lafran pernah dicegat. Penjaga pintu dan panitia registrasi tidak mengijinkan Ia untuk masuk arena karena alasan keamanan. Debat kusir pun terjadi, panitia dan penjaga pintu masuk arena kongres mempertanyakan diri Lafran dengan nada-nada yang mencurigakan (maklum suasana orba ). Kejadian ini menarik perhatian para kader yang lain, dan datanglah salah satu Ketua Cabang yang ingin melerai perdebatan ini. Sontak Ia kaget, sedih, merasa bersalah, dan sangat merasa malu melihat sosok Lafran di perlakukan demikian. Ia beri hormat dan memberikan isyarat pada pada panitia bahwa dihadapan mereka adalah pendiri HMI yang bernama Lafran Pane, saat mendengar informasi itu ramai- ramai mereka mencium tangan Lafran dan dikuti kader yang lain sambil meneteskan air mata karena merasa bersalah sudah membentak sosok yang telah mendirikan himpunan ini.
Penggalan kisah diatas bagi saya telah memberikan kesan dan pesan. Pertama sikap berHMInya Lafran memiliki kesan tentang kebesaran jiwa, keberanian untuk membangun basis intelektual muslim pada level perguruan tinggi, kesederhanaan dalam menikmati hidup dan kehidupan tanpa menjual kebesarannnya pada Negara. Lafran bahkan memilih jalan sunyi untuk berjuang bagi Islam dan bangsa yang futuristik, sekalipun baginya jalan itu sunyi dari liputan.
Kedua, pesan yang bisa kita tangkap dari diri Lafran selama Ia berHMI adalah keberpihakannya pada misi Islam yakni membangun cultur keilmuaan demi mencapai komunitas/masyarakat yang madani seperti yang pernah dicetuskan oleh Rasullah SAW di Jazirah Arab pada beberapa ribu abad yang lalu. Lafran sendiri tidak terlalu mementingkan kuasa atas struktur di HMI. Baginya itu hanya mesin/alat untuk membantu suksesi program-program prioritas himpunan yang berasaskan Islam, yang sekali lagi memiliki tujuan mulia mencerdasakan generasi muslim dan memperkokoh bangunan NKRI.
Bila di bandingkan dengan kader-kader HMI saat ini dari barat sampai timur dan utara sampai selatan Indonesia. Ada semacam misorientasi dalam berHMI, sebut saja kader HMI sebagian besar mulai dikuasai oleh watak politis-struktural ketimbang menjalankan mision HMI dalam artian keberpihakan terhadap cultur keilmuan, keislaman, dan misi ekpansi ke perguruan-perguruan tinggi yang lain. Alhasil setiap pergantian kepemimpinan dari PB, Badko, Cabang, Korkom, Komisariat akan sarat dengan tarik ulur antara gerbong A dan gerbong B yang diakhiri dengan ketidakpuasan pada salah satu gerbong dan secara otomatis melahirkan opisisi bermental Sengkuni. Fenomena ini mesti di akhiri atau segera di Upgrade ulang dan kembali membaca dan mendalami semangat dari Lafran dalam mendirikan himpunann ini. Sehingga misi membangun generasi Indonesia dan membumikan Islam pada masyarakat Indonesia tetap terjaga.
Bagi saya, Lafran belum mati karna Ia telah bangkit dan hidup kembali dihati setiap kader HMI Se- Indonesia. Jejak langkah Lafran bisa dijadikan referensi untuk mengembalikan kejayaan HMI seperti yang pernah dicapai di tahun-tahun 1970 an. Semoga semangat juang dan dedikasi Lafran terhadap himpunan ini terus mendarah daging dan menjadikan para kader HMI se-Indonesia tetap konsisten melanjutkan syiar Islam yang pernah Ia pelopori.
Wassalamualaikum wr..wb.., Yakusa.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi sidang pembaca.
Oleh : Mizwar Tomagola
(Kabid PTKP Hmi Cabang Ambon)