KABARTERKINI.NEWS– Pembongkaran gedung Kantor Desa Waesala Kecamatan Huamual Belakang Kebupaten Seram Bagian Barat menuai Pro Kontra di tengah-tengah Masyarakat Negeri tersebut.
Pasalnya Balai Desa yang dibangun di atas lahan tersebut adalah lahan milik keluarga mantan Raja Negeri Waesala yakni Moh. Kasturian yang di kleim secara turun temurun.
Balai Desa tersebut di bangun pada tahun 1995 oleh pemerintahan Muhammad Kasturian selaku Raja Negeri Waesala disaat itu.
Pembongkaran yang dilakukan oleh pemerintah Negeri Waesala memang berdasarkan rapat yang dilakukan oleh staf desa dan sebagian masyarakat Desa Waesala.
Hal ini diungkapkan ahli waris lahan Dahlan Kasturian. Dikatakan pembongkaran balai Desa Waesala tersebut dinilai sangat merugikan banyak pihak. Pasalnya bangunan tersebut masih layak pakai dan masih bisa dipergunakan untuk kepentingan desa berupa, Gedung pemuda atau kegiatan desa lainnya.
“Sangat merugikan banyak pihak, namun pemerintah Negeri Waesala tidak menggubris. Kami selaku pemilik lahan sendiri sudah beritikad baik demi kepentingan desa,” ungkap anak Mantan Raja Negeri Waesala itu, Rabu (21/08/2019).
Dahlan mengaku, saudara lainnya setelah mendengar informasi akan diadakan pembongkaran, maka selaku pihak keluarga Dahlan Kasturian dan saudara lainnya menemui pejabat Desa Waesala guna meminta bahwa gedung kantor Waesala tidak usah di bongkar, dan kalau bisa, gedung tersebut dipergunakan kepada kepentingan Desa yang lainnya saja karena gedung tersebut masih bagus dan layak di gunakan.
Menurut Dahlan Kasturian anak dari Mantan Raja Muhammad Kasturian menyampaikan bangunan baileo yang dibongkar oleh pemerintah Negeri Waesala itu meliputi dua bangunan. Bangunan yang dibelakang itu merupakan bangunan dari anggaran APBD Provinsi maluku, sedangkan bangunan yang di depan tersebut anggrannya bersumber dari usaha pemerintah desa sendriri. Yang mana saat itu masih dijabat ayah mereka.
“Bangunan bagian depan sumber anggarannya kami tidak tau apakah ada anggarannya dari pemda atau tidak, tapi yang jelas Ayah kami selaku raja waktu itu mengatakan bahwa beliau yang mengusahakan dananya untuk pembangunan baileo yang didepan tersebut,” Jelasnya.
Ditambahkannya, Jadi wajar kalau ayah kami mengatakan kalau itu beliau yang membangun baileo tersebut. Ayah kami Muhammad Kasturian (Almarhum) menyampaikan kalau bangunan Baileo tersebut beliau yang bangun.
“Jadi kalau ada masyarakat mau memakainya untuk selamanya tidak ada masalah dan itu juga merupakan aset desa dan tidak perlu dibongkar,” papar Dahlan.
Untuk diketahui, pembongkaran dilakukan oleg pemerintah desa Waisala masa pemrintahan berjalan saat ini. Mereka juga membongkar bangunan yang dana bersumber dari DAK Tahun anggaran 2006.
“Bangunan belakang yang anggarannya dari DAK juga tidak luput dari pembongkaran oleh pihak pemerintah Negeri Waesala pada tanggal 21 Juni 2019 hingga rata dengan tanah,” terang Dahlan.
Ia mencurigai, apakah pembongkaran itu sudah mendapatkan ijin Dari Badan Aset Daerah untuk ijin membongkar atau tidak. Karena setau saya, jika mau melakukan pembongkaran Aset daerah ataupun Desa harus ada ijin dari Badan Aset Daerah.
Lanjutnya Kami juga telah menemui Pejabat Negeri Waesala pada 12 Juni 2019 untuk membicarakan persoalan pembongkaran gedung Kantor Desa tersebut secara kekeluargaan. Kami menyampaikan kepada pejabat Negeri Waesala bahwa Gedung Baileo itu jangan di bongkar dan kalau rehap tidak ada masalah.
Kami mengusulkan kepada pejabat Negeri Waesala Hasan Samal, kalau bisa,gedung baileo tersebut di rehap saja karena bangunan itu masih layak pakai. Namun jawaban dari pejabat Negeri Waesala menyampaikan kepada kami, bahwa anggaran pembangunan baileo itu pembangunan baru, dan itu bukan dana rehap namun untuk membangun gedung Kantor Desa baru.
Namun kami mengusulkan kalau bangun baru, silahkan cari lahan yang lain, agar bagunan Balai Desa yang lama bisa di fungsikan buat yang lainnya, misalkan gedung pemuda atau difungsikan untuk bangunan apa saja kan masih bisa.
“Kalau mau bangun baru, dengan anggaran Rp. 700.000.000, Lebih baik cari lahan dan bangun baru saja,” ungkap Dahlan menjelaskan maksudnya.
Apabila dari pihak Penjabat Waisala memaksakan untuk buat pandasi pembangunan Balai Desa baru ditempat yang sama, maka bisa menimbul konflik di waesala sendiri dan apabila sampai terjadi korban maka Penjabat Waisala harus bertanggung jawab sebab masyarakat tidak setuju dengan pembongkaran aset desa itu sendiri.
“Kami datang menemui Pejabat Desa Waesala Hasan Samal itu kami menyampaikan aspirasi mewakili masyarakat terkait penolakan pembongkaran bukan kepentingan kami semata,” tambahnya.
Sementara status tanah itu, ayah kami yang punya hak milik tersebut menjadi dasar kami untuk tidak boleh melakukan pembongkaran terhadap gedung yang masih layak pakai tersebut.***FIT