KABARTERKINI,NEWS – Sejak 53 tahun yang lalu Korps HMI Wati (KOHATI) berdiri sebagai lembaga semi otonom di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), tepat pada tanggal 17 september 1966 Masehi atau bertepatan dengan 2 Jumadil Akhir 1386 Hijriyah pada kongres ke VII di kota solo.
Berbagai persoalan kebangsaan dan keumatan sampai hari ini kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang tergabung dalam Korps HMI Wati (KOHATI) selalu mengambil bagian dalam misi-misi kebangsaan dan keumatan, bersuara di jalanan hingga di ruangan yang ber AC.
Mulai dengan cara yang paling tragis yaitu demonstran hingga cara diplomasi yang adem dan penuh kekeluargaan.
Sementara isu-isu keperempuanan tidak pernah surut dibicarakan dibangsa ini, berbagai kekerasan terhadap perempuan dan anak seringkali terjadi hingga saat ini, tercatat di kota ambon sendiri pada bulan maret 2019 lalu sebanyak 60 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di ambon dan baru 44 kasus yang tertangani (Sumber Satu Maluku/ 15 maret 2019), ini berarti terjadi peningkatan.
Sementara pada tahun 2018 lalu terhitung november itu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporakn itu sebanyak 51 kasus kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan anak dan Masyarakat Desa (DP3MD) Kota Ambon, Rulien Purmiasa, (Sumber Berita Beta/ 14 Desember 2018).
Jika dilihat grafiknya maka kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota ambon selalu mengalami peningkatan, ini artinya perempuan dan anak masi menjadi objek pelampiasan sahwat kebinatangan kaum laki-laki terlepas dari apa penyebabnya, tetap saja kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi musu bersama atas nama kemanusiaan.
Di kota ambon sendiri setelah terlewati beberapa bulan lalu muncul kabar menjijikan (buruk) bahwa anak berumur 14 tahun di gilir atau disetubuhi oleh empat pemuda yang dalam kondisi mabuk (Sumber Digtara.Com/2 September 2019).
Sementara di Himpunan sendiri seringkali terdengar kabar buruk bahwa kisruh di tubuh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sendiri dikarenakan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, dan kini HMI pun dilanda dualisme pada Pengurus Besar (PB) dan sekarang dampaknya dirasakan di beberapa cabang, termasuk di himpunan mahasiswa islam cabang ambon.
Inilah sejarah terburuk di Himpunan ini terkait duslisme himpunan lantaran kekersan seksual terhadap perempuan. Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan di manapun berada terkhususnya di kota ambon tidak ada kata tidak lawan, harus lawan. kader Korps HMI Wati (KOHATI) Cabang ambon harus digarda terdepan jika ada kekersan terhadap perempuan yang sengaja di lakukan oleh oknum bejat di kota ini.
Di MILAD ke 53 tahun ini, Korps HMI Wati (KOHATI) Cabang Ambon harus melek isu-isu keperempuanan yang kini merwanai setiap pemberitaan di kota ambon. di tahun 2019 dari 60 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan baru 44 kasus yang tertangani, artinya masi ada sisa 14 kasus yang belum terselesaikan. ini pun terhitung dimaret lalu, sekarang sudah masuk septermber dan sudah pasti bertambah kasusnya.
Ini tanggaungjawab bersama Korps HMI Wati (KOHATI) cabang ambon dan pemkot yang bertanggungjawab persoalan perempuan dan anak, tentunya lebih ke pihak penegak hukum agar lebih tegas dan profesioanl dalam mengani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
STOP KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK !!
Menutup tulisan ini saya selaku ketua formatur Ketua Umum Korps HMI Wati (KOHATI) Cabang Ambon periode 2019 – 2022 mengucapkan selamat MILAD Ke 53 tahun semoga KOHATI semakin melek akan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dimanapun berada.
Tentang Penulis : Mega Lina
Formatur Ketua Umum KOHATI HMI Cabang Ambon Periode 2019-2020
(Isi diluar tanggung jawab redaksi)