KABARTERKINI.NEWS- Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Kepulauan Aru,Viktor Sjair menegaskan KPUD secara kelembagaan wajib menindaklanjuti temuan dugaan pelanggaran Pemilu yang oleh Bawaslu sudah direkomendasikan untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) disejumlah TPS pasca Pemilu serentak 17 April 2019 lalu.
Tindaklanjut KPU sebgaai bentuk respon terhadap rekomendasi Bawaslu tersebut harus merujuk pada PKPU nomor 9 tahun 2019 tentang perubahan PKPU Nomor 3 Tahun 2019 yang mana pada ketentuan pasal 65 ayat (2) dikatakan bahwa Pemungutan Suara Ulang (PSU) wajib dilaksankan.
“Kaitan dengan rekomendasi yang telah diadukan oleh Bawaslu, KPU wajib menindaklanjuti dalam bentuk pertama mengkaji rekoemndasi Bawaslu apakah rekomendasi itu terpenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan PKPU nomor 9 tahun 2019 tentan perubahan PKPU Nomor 3 tahun 2019 yang mana pada ketentuan pasal 65 ayat (2) dikatakan bahwa pemungutan suara ulang wajib dilaksankan,” katanya kepada Dobo Expres kemarin.
Berdasarkan ketentuan tersebut,ada beberapa unsur yang bisa dijadikan dasar dilakukannya PSU yakni pertama KPPS membuka kotak atau adminsitrasi di dalam kotak atau adminsitrasi didalam kotak tidak sesuai dengan mekanisme UU.
“jadi kalau kita lihat menyangkut identifikasi temuan terkait dengan pelanggara procedural bagi bawaslu rekomendasi yang disampaikan itu telah terpenuhi unsur, pertanyaannya KPU tidak dapat melaksanakan alasan normatifnya seperti apa,sehingga KPU memiliki kewajiban untuk menyampaikan klarifikasi terhadap rekoemndasi yang tidak dilanjutkan,” lanjutnya.
Menurut dia, harus dipahami bahwa hal-hal yang dapat dijadikan dasar supaya dilakukan PSU yakni disaat adanya pelanggaran procedural saat pemilu berlangsung, pelanggaran procedural yang dimaksud ialah misalkan pemilih yang bukan hak pilih diberi kesempatan memilih juga termasuk kesiapan administrasi lain yang tidak tersedia oleh petugas KPPS setempat, jika itu terjadi maka sesuai aturana memenuhi unsur pelanggaran.
Dalam beberapa kasus yang terjadi di sejumlah TPS yang telah direkomendasikan PSU oleh Bawaslu menurutnya sudah memenuhi unsur sehingga dapat dilakukannya PSU.
“Kaitan dengan pelangaran procedural dimana KPPS menyelenggrakan pemungutan suara Tgl 17 April 2019 terjadi pelanggaran procedural. Pelanggaran procedural seperti apa, contoh pemilih yang bukan memiliki hak pilih tapi diberikan kesempatan untuk memilih oleh KPPS, kemudian administrasi lain dalam pemungutan suara itu pemilih DPT datang membawa C6 kemudian dicocokan dengan E-KTP kemudian dibuktikan dengan daftar hadir atau C7 DPT. Diidentifikasi apakah administrasi-administrasi yang dibutuhkan saat pelaksanaan pemungutan suara ada atau tidak., Yah kalau tidak tersedia maka itu merupakan pelanggaran procedural. Kalau dikatakan pelanggaran procedural maka Bawaslu tindak lanjut dalam rekomendasi dan saya lihat bahwa rekomendasi Bawaslu telah terpenuhi unsur,” terang Sjair.
Ironisnya, Sjair yang kini merupakan saksi partai Demokrat dalam tahapan Pleno rekapitulasi perhitungan suara saat ini merasa aneh dengan sikap KPU. Pasalnya meski Bawaslu telah mengeluarkan rekomendasi PSU untuk beberapa TPS yang dianggap bermasalah, KPU hanya melakukan PSU pada dua TPS yakni TPS 01 desa Wahangula-ngula dan satu TPS lainnya di Desa Gardakau kecamatan Aru tengah Benjina. Sementara beberapa TPS lainnya tidak. Padahal beberapa TPS ini memiliki kesamaan kasus dan pelanggaran.
“Contoh kasus misalnya, yang ditindaklanjuti oleh KPU Aru terkait PSU desa wahangula-ngula yaitu pemilih yang bukan punya hak yang memiliki KTP tapi tidak beralamat pada desa tersebut menggunakan hak pilih dengan empat jenis surat suara itu merupakan rekomendasi bawaslu dan KPU tindaklanjuti dengan pelaksanaan PSU, kasus yang sama juga di Juring dimana KPPS mencoblos surat suara sisa yang tidak terpakai itu juga pelanggaran procedural,kenapa sampai wahangula-ngula dijadikan sebagai PSU yang dilaksanakan KPU sementara desa juring tidak dilaksanakan,“ ujarnya.
“Kemudian yang ada lagi di beberapa TPS misalnya TPS 33, TPS 11 yang berdasarkan rekomendasi. Menurut pendapat saya telah terpenuhi unsur, KPU berpegang kepada suatu temuan yang merupakan rekomendasi pengawas TPS, ini keliru. Tidak ansi pada hari pemungutan suara itu PSU didasari pada rekomendasi pengawas TPS tetapi ketentuan UU nomor 7 tahun 2017 pasal 454 itu, warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih berkepentingan untuk menyampaikan laporan pelanggaran pemilu sepanjang ada bukti dan itu telah dikaji oleh teman-teman bawaslu dan telah terpenuhi unsur,”tambahnya.
Olehnya terhadap sejumlah persoalan ini, sebagai politisi Sjair mempertanyakan ada apa dengan KPU yang terkesan tebang pilih saat menyikapi rekomendasi Bawaslu.
“Jadi pertanyaan skrang masyarakat teristimewa partai politik peserta pemilu, ada apa sebenarnya, ada TPS yang memang telah terpenuhi unsur dilaksanakan ada TPS yang terpenuhi unsur tetapi tidak dilaksanakan PSU oleh KPU “ tutupnya keheranan***Janes