KABARTERKINI.NEWS– SEBELUM akhirnya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Negeri dan Saniri, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Seram Bagian Barat (SBB) melalui Bupati Moh. Yasin Payapo sebelumnya menginginkan tidak ada penetapan dalam paripurna siang tadi, Senin (23/09).
Bupati dengan berabagi macam pertimbangan dalam pandangannya dengan tegas meminta maaf agar Rancangan Peraturan Daerah tentang Negeri dan saniri ditunda jangan dulu untuk ditetapkan sebagai Perda.
“Olehnya itu untuk menjaga dan menghormati asas hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yakni asas dapat dilaksanakan serta mempertimbangkan efektifitas, efisiensi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan daerah, maka pemerintah daerah dengan segala hormat dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya menyampaikan penundaan penetapan kedua ranperda tersebut, sambil menunggu hasil kajian dan identifikasi desa adat oleh tim kajian pemerintah daerah di kabupaten Seram bagian barat untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah,” ungkap Bupati dalam pandangan pemerintah daerah terhadap dua rancangan peraturan daerah inisiatif DPRD tersebut.
Namun sesaat setelah penyampaian pandangannya tersebut, Bupati dihujani intrupsi dari para anggota DPRD SBB.
Atas ucapan Bupati SBB untuk penundaan dua ranperda negeri itu, Bupati SBB dikritisi dengan berbagai pendapat.
DPRD SBB mendesak Bupati SBB Moh Yasin Payapo untuk segerah menyetujui dua ranperda negeri dan saniri negeri menjadi perda yang merupakan kerja keras DPRD SBB periode 2014-2019.
Jika tidak di tetapkan menjadi perda, Bupati SBB dinilai tidak punya itikad baik,untuk membangun pemerintahan paling bawah yakni desa dan negeri. Terlebih dalam fourm paripurna itu, hadir pula para penjabat dan masyarakat adat di kabupaten SBB.
Pada umumnya, DPRD menilai dua ranperda tentang negeri di paripurna terlebih dahulu sebaga dasar hukum yang kuat untuk pemkab SBB selanjutnya menetapkan mana negeri dan mana desa dalam paripurna akan datang.
“Justru Penetapan Ranperda Negeri dan Saniri menjadi Perda Negeri dan Saniri Negeri adalah Dasar Hukum yang nanti akan dipakai oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan Identifikasi, Verifikasi dan Validasi Negeri adat dan Desa,” Ungkap Ma’ruf Tomia.
Eko Budiono memperjelas, bahwa dari tujuh asas kedua Ranperda Negeri dan Saniri Negeri sudah memenuhi syarat asas yang sesuai dengan perundang-undangan.
Menurut Budiono, dalam pemerintahan kabupaten SBB, ada kabag hukum dan kabag pemerintah yang harus lebih proaktif memberikan pandangan hukumnya kepada Bupati.
Apalgi kata Budiono, Bupati sendiri sebutkan bahwa tiga perda ini saling berkaitan yang kolektif tetapi pada penjelasan berikutnya bahwa penetapan negeri adat itu ada kewenangannya pada Bupati dan juga pemerintah daerah tetapi kemudian dasar yang digunakan adalah syarat-syarat yang di tetapkan oleh perda negeri dan saniri negeri.
“Ini artinya, satu unsur memenuhi filosofis yang memenuhi kemudian unsur pemanfaatan dan juga memenuhi dua perda ini menjadi syarat untuk kemudian Bupati menetapkan mana negeri adat dan mana bukan negri adat, yang melalui tim,” ungkap dia.
“Bagaimana mungkin kalau dua perda ini kita tidak tetapkan lalu Bupati bisa menetapkan mana negeri adat dan mana bukan negeri adat. Pak BUpati mau pake acuan darimana,” sambun dia dia menanyakan.
Budiono mempertegas, acuan ditetapkan negeri adat dan bukan negeri adat ada pada ranperda Negeri dan Santri negeri itu sendiri dan dua ranperda ini harus ditetapkan jadi Perda agar dijadikan sebagai acuan untuk Identifikasi, Verifikasi dan Validasi Negeri adat dan Desa.
Dengan dihujani intrupsi mendesak Pemkab SBB tetapkan dua ranperda tentang negeri menjadi perda akhirnya Bupati SBB menyetujui Ranperda Negeri dan Saniri Negeri menjadi perda.
Peresetjuan penetapan itu dilakukan penandatangan dokument oleh Bupati SBB Moh Yasin Payapo bersama Ketua DPRD Julianus Rutasow dan Wakil Ketua Mustafa Nasir dan disaksikan langsung oleh 26 anggota DPRD kabupaten SBB.*** FIT