KABARTERKINI.NEWS- Pemilihan Umum serentak 17 April 2019 yang berlangsung di Kabupaten Kepulaun Aru kali ini oleh sejumlah kalangan dianggap merupakan Pemilu terburuk sepanjang sejarah di daerah tersebut.
Pasalnya, pesta tahunan itu dipencundangi penyelenggaranya sendiri. Selain sarat kecurangan KPU yang merupakan lembaga penyelenggara dinilai belum siap dalam berbagai hal termasuk tidak memahami Undang-undang Pemilu.
Cuitan pedas datang dari mantan ketua KPUD Aru,Viktor Sjair. Blak-blakan dirinya mempertanyakan sikap KPU sebegai penyelenggara yang tidak melaksanakan rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dikeluarkan Bawaslu.
Menurutnya, rekomendasi Bawaslu untuk PSU sudah memenuhi unsur sehingga wajib dilaksanakan di beberapa TPS lainnya di kota Dobo. Seperti yang diketahui, sejumlah TPS yang tersebar di desa-desa terluar Kepulauan Aru, sama kasusnya dengan TPS di desa Wahngula-ngula,Sjair (TPS dalam kota Dobo).
Ia menegaskan, tidak dilaksanakannya rekomendasi PSU Bawaslu oleh KPU merupakan bentuk ketidak adilan,bahkan Ia menilai KPU belum sepenuhnya siap dalam berbagai hal.
“Yang sekarang perlu dipertanyakan ke KPU, ada sejumlah rekomendasi yang menurut saya telah terpenuhi unsur wajib dilaksanakan oleh KPU tetapi tidak dilaksanakan oleh KPU. Kasus wahngula-ngula sama kasusnya dengan bebeapa TPS lain yang direkomendasikan PSU oleh Bawaslu tetapi kenapa PSU wahngula-ngula yang dilaksanakan ini adalah suatu ketidak adilan yang diterapkan oleh penyeengraan pemilu,dan bagi saya penyelenggara pemilu kabupaten kepulauan aru khusus dalam melaksanakan pemilu 2019 di Aru . mereka belum siap,” Katanya kepada wartawan baru-baru ini kepada cakra media group..
Ketidak siapan KPU ini menurutnya ada dua hal,yakni perlengkapan dan pemahaman regulasi,akibat tidak pahamnya regulasi oleh KPU menyebabkan pelaksanaan Pemilu kali ini banyak terjadi persoalan dan kecurangan sehingga berimplikasi terhadap pelanggaran,Sjair bahkan menilai ketidak siapan mereka juga merupakan bentuk dari ketidak mampuan mereka dalam menerjemahkan aturan Pemilu itu sendiri. Selanjutnya, belum siap dari sisi perlengkapan pemilunya.
“Belum siap dari sisi pemahaman regulasinya . Nah ini berdampak sehingga kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pemilu di kabupaten kepulauan aru pemilu serentak di daerah ini adalah pemilu yang sarat dengan kecurangan,yang berimplikasi terhadap pelanggaran adminsitarsi dan ujung-ujungnya terjadi pelanggaran hukum terhadap pelaksanaan pemilu itu sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, KPU aru gagal paham. Mereka belum mampu menerjemahkan makna dari ketentuan Undang-undang pemilu itu ketika dilaksanakan ketika ada pelanggaran atau keterlambatan teknis dan sebagainya bisa dilakukan pemungutan susulan termasuk pemungutan suara ulang susulan.
“Andaikan hari ini 27 april merupakan deadline batas waktu paling lama 10 hari sementara KPU sendiri belum siap KPU harus berkordinasi dengan Bawaslu dengan alasan-alasan yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga meminta bawaslu untuk merekomendasikan terkait dengan pemungutan suara ulang susulan ,” tambahnya.
Resiko Akibat Gagal Paham
Ditanya resiko apa yang akan diterima apabila KPU tidak melaksanakan PSU sesuai rekomendasi Bawaslu yang sudah memenuhi unsur sesuai ketentuan Undang-undang, Sjair menegaskan resiko yang bisa diterima para komisoner ini sesuai bentuk pelanggaran,
Jika pelanggaran tersebut memenuhi unsur pidana maka Bawaslu bisa mempidanakan mereka berdasarkan kewenangannya,atau Bawaslu juga dapat meningkatkannya hingga ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika pelanggaran mereka adalah kode etik bahkan terburuk bisa ketingkat sengketa pemilu.
“oh, resiko sangat luar biasa, Bawaslu bisa menggunakan kewenangannya berdasarkan rekomendasi yang telah terpenuhi unsur kemudian tidak dilaksanakan KPU Aru aka Bawaslu. Bisa menempuh jalur hukum dengan mempidanakan KPU Aru dan kedua meningkatkan kasus ini ke dewan kehormatan penyelenggara pemilu,” paparnya.
Hal ini ditegaskan lagi, karena KPU tidak melaksanakan kewajibannya. KPU Aru melakukan pelanggaran etika maka itu adalah kewenangan DKPP untuk menyidangkan komisioner KPU yang telah melakukan pelanggaran kode etik, tetapi dari sisi kewenangan bawaslu bisa ditingkatkan dalam sengketa pemilihan yaitu pelanggaran administrasi,” pungkasnya.***Janes