Bicara Konflik Sosial di SBB, Bupati SBB Mangkir Panggilan DPRD

Kabar Daerah Kabar Nasional News

KABARTERKINI.NEWS – Konflik sosial di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) sejak empat bulan terakhir, bukan saja terjadi di Negeri Lattu – Hualoy, kecamatan Amalatu.

Namun, konflik sepanjang tahun 2019 awal ini, terjadi pula di beberapa kecamatan lainnya. Yakni, kecamatan Taniwel, Seram Barat dan Huamual.

Memang diakui, konflik di tiga kecamatan tersebut tidak sampai berujung duka seperti yang dialami dua negeri di kecamatan Amalatu.

Perihal tersebut, langkah bijak Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) kabupaten SBB mengajak forum komunikasi pimpinan daerah SBB untuk duduk bersama membicarakan persoalan yang tengah berlangsung.

DPRD mengundang Bupati SBB Moh Yasin Payapo dengan menghadirkan Polres SBB, dan Kejari Hunipopu untuk sama sama mencari solusi.

Namun, Bupati SBB memilih mangkir alias menghindari undangan tersebut. Padahal hari ini, Selasa (21/05) bupati juga menghadiri paripurna penyampaian laporan pertanggungjawaban 2019 pagi dini hari sekira pukul 11:00 WIT. Namun memilih pulang tidak ikut pertemuan yang sudah diagendakan DPRD SBB pada pukul 13:00 WIT.

Bupati mengutus Kesbang Pol SBB, Kepala Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan untuk mewakili Pemerintah Daerah Kabupaten SBB.

Sikap Bupati ini kemudian memicu kekecewaan jajaran DPRD SBB. Namun apa daya tak banyak yang dapat dibuat. Hal ini karena, legislatif dan eksekutif hanya sebatas garis kordinasi dan mitra.

Ketua DPRD SBB Julianus M Rutasouw menyatakan, meski bupati alpa dalam pertemuan penting tersebut, tidak menyulut atau bahkan merubah agenda yang akan dibahas.

Dikatakan, dalam pertemuan yang digelar di ruang paripurna tersebut, perwakil Pemkab SBB (Kesbang pol, Dinas Pendidikan dan Kesehatan) memaparkan instrumen yang selama ini dilakukan Pemkan untuk mendamaikan masyarakat yang tengah berbenturan.

“Dari penjelasan Pemkab SBB yang di sampaikan Kesbang Pol, bahwa Pemkab SBB sudah melakukan langka – langka untuk menyelesaikan konflik Latu – Hulaoy namun yang dilakukan tidak membuahi hasil artinya belum kondusif,” ungkap Rutasow.

Menurut penjelasannya, besar kemungkinan konflik sosial berkepanjangan itu diakibatkan ada ketidak puasan masyarakat atau “sesuatu” yang saat ini perlu dilihat atau dievaluasi kembali oleh Pemkab SBB.

Berdasar keterangan perwakilan Pemkab, instrumen yang dijalankan telah rata rata tidak berhasil.

Pertemuan yang dilaksanakan sekira pukul 13:00 WIT usai agenda paripurna pertanggung jawaban anggaran tersebut juga menyinggung peran MUI kabupaten SBB.

Rutasow menegaskan, lembaga MUI sebagai wadah umat islam jangan lepas tangan melihat situasional di wilayah kerjanya.

“MUI hadir untuk membentuk karakter dan kepribadian umat. Jangan diam,” tekannya.

Menurut DPRD SBB Momentum yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik sosial adalah dibulan ramadhan ini.Mengapa karena pasti semua umat islam mampu menahan amarah dan hawa nafsu terutama saudara kita Latu – Hualoy yang saat ini sedang menjalankan ibadah puasa.

Kepada wartawan dia akui, DPRD bersama Pemda SBB saat ini tengah mempersiapkan rekonsiliasi untuk membangun perdamaian antar kedua desa yang berkonflik.

Semua anggota DPRD yang hadir memberi pendapat dan usulan konkrit teknis rekonsiliasi, jika dikemudian hari ada konflik sosial lebih mudah di kendalikan melalui pranata adat budaya pela gandong, simpulnya.

Dirinya berjanji, pihaknya dan Pemkab SBB akan memperbaiki fasilitas umum dan gedung sekolah yang rusak akibat konflik.

“Segera di bangun dan digantikan dengan bangunan yang baru termasuk rumah – rumah warga yang rusak agar tidak memberikan trauma yang panjang,” ungkapnya.

Menutup keterangan persnya, pihaknya meminta Kami Pemkab SBB untuk serius, sikapi permasalahan konflik Latu – Hualoy yang dikenal paling tragis. Dan mencari solusi bersama melibatkan pemangku kepentingan untuk melakukan perdamaian secara parmanen agar tidak akan kembali lagi konflik dikedua desa bertetangga itu.

“Jangan hanya sekedar renda smentara lalu kemudian muncul lagi konflik. Jadi harus ada penyelesaian secara konprehensif baik dari sisi penegak hukum maupun tanggung jawab Pemkab SBB menyelesaikannya secara permanen,” pungkas Rutasouw.

Untuk diketahui, sepanjang Januri hingga Mei 2019, negeri-negeri yang tersandung konflik sosial diantaranya, Latu-Hualoy,
Lisabata – Mornaten, Lisabat-Piru
dan Lokki (Ani- Tanah Goyang).***Fit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *