KABARTERKINI.NEWS– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah mengagendakan paripurna 12 Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat pada Rabu, 18/09/2019 kemarin.
Namun yang di-paripurna-kan hanya 10 Ranperda. Sementara dua Ranperda lainya belum sempat di-paripurna-kan alias gagal.
Padahal dua Ranperda tersebut saat ini yang paling “urgensi” dinantikan oleh publik Kabupaten Seram Bagian Barat, terlebih khususnya masyarakat negeri adat.
Dua Rancangan Peraturan Daerah yang tidak di paripurnakan pada rapat paripurna IX Masa Sidang II Tahun Sidang 2019 pada Rabu kemarin yakni Ranperda Negeri dan Ranperda Saniri Negeri.
Informasi yang diterima media ini, semua proses dan tahapan Ranperda Negeri dan Saniri Negeri sudah selesai di bahas oleh DPRD SBB, namun kedua ranperda tentang negeri itu tak diparipurnakan.
Mestinya sudah di sahkan lebih awal dan Ketua DPRD telah mengakui akan di paripurnakan bersama-sama dengan Ranperda Desa dan BPD.
Namun janji Ketua DPRD SBB hanya isapan jempol.
Kedua ranperda yang dimaksudkan itu sudah dari tahun 2018 lalu berada pada meja pimpinan. Alasan apa tidak di paripurnakan.
Kenapa Ranperda Desa dan BPD baru di agendakan dua bulan lalu tapi di paripurnakan dahului dua ranperda negeri. Ini yang menjadi pertanyaan ada apa dengan ketua DPRD SBB Julianus M Rutasouw.
Saat dikonfirmasi anggota DPRD SBB Fraksi PDI Perjuangan Andarias H Kolly kepada media ini Kamis (19/09) mengakui proses kedua ranperda negeri dan saniri negeri telah selesai dibahas dan seharusnya lebih awal di paripurnakan.
“Sekarang sudah ada ketua pimpinan DPRD SBB semestinya sudah di sahkan,tapi kenapa tidak disahkan, padahal janji ketua DPRD akan bersamaan dengan Ranperda Desa dan BPD,” sebutnya.
“Tapi janji ketua DPRD kenyataannya bohong karena tidak diparipurnakan kedua Ranperda tentang negeri itu,” tambah Kolly.
Soal ini, kata dia, fraksi-fraksi sudah terlanjur percaya perkataan ketua DPRD itu, bahwa hari jumat besok (Hari ini.Red) paripurna 2 Ranperda dimaksud digelar.
“Ternyata kenyataan berkata lain. bohong lagi,” endus dia.
Menurut saya, ketua DPRD SBB sebenarnya sudah masuk dan ikut dengan skenario Pemerintah Daerah untuk laksanakan pemilihan kepala desa (Pilkades) secara serentak.
“Jadi negeri adat dipaksakan untuk melaksanakan pemilihan kepala desa dan konsekuensinya, negeri sudah jadi desa dan kehilangan hak hak adatnya,” cetusnya.
Untuk diketahui, poin ke-3 pandangan akhir fraksi PDI Perjuangan pada Rapat Paripurna lX Masa Sidang II Tahun Sidang 2019 atas 10 ranperda menjadi Perda.
“Khusus untuk Ranperda Desa dan BPD Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa untuk menghormati hak-hak masyarakat adat, proses penetapan kedua ranperda ini dipending sehingga penetapannya bersama dengan Ranperda Negeri dan siniri negeri,mengingat proses dan tahapan pembahasannya sudah selesai,” tutupnya.*** FIT