KABARTERKINI.NEWS– Penyaluran Beras Rumah Tangga Sejahtera (Rastra) yang diperuntukan bagi puluhan kepala keluarga tidak mampu di Negeri Buano Utara, kecamatan Waisala, kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) menuai protes keras warga.
Pasalnya, kesepakatan masyarakat dengan pemerintah negeri setempat sudah menyetujui 25 ton 52 karung Rastra yang disalurkan akan dibebani upang buruh dan transportasinya kepada masyarakat.
Kesepakatan yang telah dibagun sebelumnya ialah, masyarakat wajib membayar buruh pikul 60.000 (enam puluh ribu) per satu ton. Merasa tidak sebanding dengan harga buruh pikul, pemerintah negeri menaikan harga pikul menjadi 100.000 (seratus ribu) per satu ton beras.
Harga tersebut kemudian disepakati, masing-masing warga dan bersedia membayar 1.000 (seribu) rupiah.
Informasi yang diterima media ini, Rabu (22/05) dari warga setempat menyebutkan, pendistribusian Rastra kepada ribuan masyarakat masyarakat Buano utara berlangsung pekan kemarin tepat hari Kamis tanggal 16/05/19.
Syukur Lukaraja, salah satu warga Negeri Buano Utara membeberkan, saat dimana barang didistribusikan, pemerintah negeri mengambil kebijakan sepihak tanpa mempertimbangkan hasil kesepakatan warga sebelumnya.
Pemerintah negeri menaikan upah 2.500 (dua ribu lima ratus) yang wajib wajib dibayar warga. Padahal awalnya hanya 1.000 rupiah.
“Beras yang datang dari kecamatan biasa kita bayar Rp. 1.000 per 10 Kg. Sejumlah itu diperuntukan buat harga Transportasi dan upah buruh, tapi malahan pihak pemerintah Negeri buat penagihan lebih dari persetujuan masyarakat Buano,1 karung beras (10 Kg) harus penerima wajib membayar Rp 2.500 per karung,” terangnya.
Syukur melanjutkan, sejumlah punggutan yang ditetapkan oleh Pemerintah Buano Utara sebesar Rp. 2.500 itu dikali dengan Jumlah 25 ton 58 karung raskin maka hasilnya Rp. 6.395.00.
Kemudian dari jumlah itu sebagian dialokasikan untuk upah buruh sebesar Rp. 800.000, Untuk itu tersisa Uang sejumlah Rp.5.595.000. Pertanyaan sisah uang itu dikemanakan.
“Lalu kalau dikali 25 ton 58 karung dengan harga Rp. 2.500 menghasilkan uang sebesar Rp. 6.395.000, bila di kurangi Rp. 800.000 dari tambahan uang buruh tadi sisa Rp. 5.595.000. Ini sudah melanggar kesepakatan berasama. Ada untung besar disana,” keluhnya.
Selain itu, Lukaraja mengungkapkan, databes penerima Beras Rumah Tangga Sejahtera (Rastra) yang sudah di sahkan oleh Dinas Sosial di Kecamatan, diduga sengaja dirubah oleh pemerintah Negeri Buano dan Stafnya demi kepentingan diri dan keluarga serta orang-orang terdekatnya.
Anehnya lagi, salah satu anggota BPD Negeri Buano Utara mengambil 6 Karung (Rastra) tanpa dipungut biaya seperti halnya masyarakat pada umumnya.
“Terkait data penerima Rastra yang biasanya dari awal mereka dapat kenapa kemarin ini mereka tidak dapat lagi? dari itu sehingga menurut saya tentunya data yang dari kecamatan itu pemerintah rubah. Ada satu lagi mengapa ada salah satu BPD dari So’a Hitimala. Dia mengambil 6 karung karena di rumahnya terhitung ada 3 Kepala keluraga (KK) dengan anak-anaknya itu tidak membayar sepeserpun itu tidak di tolak,” kesalnya.
Syukur Lukaraja mengharapakan, Pungutan liar (Pungli) semacam ini tidak boleh dibiarkan begitu saja oleh warga Buano Utara, sebab itu dapat merugikan dan menguntungkan pihak-Pihak terkait.
Olehnya itu kepada pihak berwajib segera melakukan penindakan terkait praktek Pungli di lingkup masyarakat.
“Pungli seperti ini dapat merugikan kita-kita sebagai orang bawah yang berhak menerima bantuan semacam itu, dan pastinya disisi lain menguntungkan bagi pihak pemerintah Negeri Buano Utara dan kawanannya. Oleh karena itu saya berharap Polisi segera tangkap orang-orang tersebut,” tutupnya
Sementara dari pihak kami (masyarakat), sudah berusaha untuk mengkonfirmasi penyelenggara penyalur raskin di SBB, untuk dimintai keterangan terkait kasus pungli dan penyalah gunaan wewenang yang dilakukan oleh pihak pemerintah Desa buano utara, namun sampai saat ini pihak terkait enggan memberikan komentar soal ini.
“Kami minta dinas sosial turun tinjau permasalahan ini dan berikan penjelasan seutuhnya kepada kami masyarakat. Kami merasa dibodohi. Terutama soal perubahan data. Ada apa ini,” tutp Lukaraja.*** Rul