KABARTERKINI.NEWS– Puluhan nyawa kembali melayang di Gunung Botak, bukan karena bencana alam semata, tapi karena kelalaian yang dibungkus ketamakan. Di balik kilau tambang emas ilegal, tersimpan kisah pilu tentang manusia, tanah, dan hukum yang tak kunjung hadir.
Gadri Fatsey, Sekretaris KNPI Maluku, tak bisa menyembunyikan kemarahannya saat ditanya soal tragedi ini. “Yang terjadi di Gunung Botak bukan musibah biasa—ini akibat kesengajaan yang sistematis. Kita sedang menyaksikan pembiaran terhadap kematian,” ujarnya lugas.
Menurut Gadri, penyebab utama longsor di tambang tersebut adalah penggunaan alat berat seperti sancing dan domfeng yang secara brutal menggerus tanah dan struktur pegunungan. “Air dari kali dipaksa naik ke puncak lewat sancing, lalu domfeng bekerja tanpa henti. Tanahnya runtuh, nyawa jadi taruhan,” jelasnya.
Namun bencana ini tak hanya berbentuk longsor. Di sekitar lokasi, miras mengalir bebas, kriminalitas meningkat, dan kehidupan warga lokal kian terancam. “Bayangkan, satu sisi orang datang cari nafkah, di sisi lain mereka dihadapkan pada risiko mati mendadak, mabuk, atau kekerasan,” kata Gadri.
KNPI, sebagai organisasi kepemudaan, kini berdiri di barisan terdepan menuntut perubahan. Gadri dan rekan-rekannya mendorong dibentuknya koperasi resmi sebagai solusi legal dan terstruktur. “Kalau dibiarkan seperti ini, Gunung Botak cuma menunggu giliran korban berikutnya.”
Tak berhenti di situ, Gadri juga menyuarakan kecurigaan adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum yang mengklaim sebagai ahli waris lahan. “Kita harus berhenti mempercayakan nasib lingkungan dan manusia kepada mereka yang mengaku-ngaku pewaris tapi membiarkan kerusakan dan pembunuhan massal terselubung.”
Ia menuntut pemerintah dan aparat hukum segera bertindak, bukan hanya menonton dari balik meja rapat. “Negara tidak boleh kalah dari domfeng dan sancing. Apalagi dari preman yang pakai embel-embel ‘ahli waris’.”
Sebagai penutup, Gadri menyampaikan pesan tajam namun penuh harapan: “Kami tak akan diam. KNPI akan terus menyuarakan keadilan ekologis. Karena nyawa manusia terlalu mahal untuk ditukar dengan sebutir emas.”