Ambon, CakraNEWS.ID– TEPATNYA di Desa Deboway, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, ada banyak ibu rumah tangga berkumpul. Ada pula bapak-bapak di sana. Sejumlah ibu sedang menumbuk satu benda dari kayu yang terbakar telah hitam, dan ada yang mengaya benda itu.
Adapula tengah menggoreng benda yang sudah diayak itu di dalam wajan panas di atas kompor.
Para ibu lainnya yang tidak ikut ambil bagian, hanya menonton sambil mendapat petunjuk dari Abdul Gani Pattilouw, S.Pi., MM dan Tim Work yang berasal dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buru, bagaimana mengolah benda kayu hitam yang tidak berharga itu menjadi produk yang bernilai guna.
“Ana (saya) temukan arang aktif dari pohon kayu putih dapat dimanfaatkan sebagai absorben merkuri di air,” jelas Abdul Gani Pattilow kepada wartawan media ini di sela-sela kegiatan melatih para ibu di Desa Deboway.
Jebolan Fakultas Perikanan Unpatti yang kini menyandang gelar Magister itu, sudah beberapa tahun terakhir ini sangat prihatin dengan aktifitas penambangan dan pengolahan emas tanpa izin di Gunung Botak dan sekitarnya yang selalu menggunakan merkuri dan Asam Cianida serta Bahan Berbahaya Beracun (B3) lainnya.
Tidak hanya itu, kemudian limbahnya dibuang begitu saja ke lingkungan.
Saat dipercaya menjadi salah satu Kepala Bidang di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buru, Pattiluow yang di kalangan rekan-rekannya akrab dipanggil dengan nama Ongen, selalu rajin mengunjungi warga seraya memberikan penyuluhan dampak penggunaan B3.
Namun upayanya kurang terlalu efektif, karena banyak tangan-tangan serakah terus memasok B3 untuk aktifitas tambang ilegal di Gunung Botak dan sekitarnya.
Ongen lalu terpikir untuk mencari solusi mengatasi pencemaran air akibat limbah merkuri dengan menggunakan arang aktif.
Buah pikirannya itu ditindaklanjuti dengan melakukan beberapa kali uji coba penggunaan arang aktif untuk memurnikan air yang tercemar merkuri.
Uji coba dilakukannya dengan menggunakan enam bahan yang telah diolahnya menjadi arang aktif dengan perlakuan yang sama terhadap air yang telah tercemar.
Enam bahan uji coba arang aktif itu termasuk diantaranya berasal dari sekam padi, ampas daun kayu putih sisa penyulingan minyak kayu putih, batang pohon kayu putih, tempurung kelapa, kayu pohon sakura.
Ongen bercerita, setelah melakukan serangkaian uji coba berulang kali, telah ditemukan arang aktif dari batang pohon kayu putih yang punya nilai plus untuk Absorben merkuri di air.
Berada di urutan kedua, arang aktif dari kayu pohon sakura dan arang aktif dari tempurung kelapa di urutan ketiga.
Walau uji cobanya berhasil, Ongen belum masih berpuas diri. Ia terus berkeinginan agar arang aktif hasil temuannya itu diuji lagi di tempat lain yang lebih berkompeten.
Selanjutnya Ongen terbang ke Jakarta dan pergi ke Laboratorium B3 PSIKLH Puspitek Serpong, Tangerang, Banten.
Di sana hasil penelitian arang aktif dari enam bahan itu diuji lagi. Pengujian di laboratorium yang canggih itu berlangsung selama lima hari.
“Uji dari Hari Senin dan selesai Jumat. Hasilnya, arang aktif dari pohon kayu putih yang terbaik mendaur air yang tercemar merkuri,”papar Ongen.
Hasil uji coba dari ASN di Kabupaten Buru ini, kini banyak mendapat sorotan dan suport positif dari berbagai kalangan peneliti dan pemerhati lingkungan.
Doktor Fitri Yola Amandita, S.Hut., MSc peneliti dari PRLTB BRIN di Jakarta, menilai hasil uji coba arang aktif dari pohon kayu putih itu sangat berpotensi menjadi agen bioremediasi merkuri.
Fitri Yola Amandita akui, penyerapan merkuri oleh arang kayu putih bisa mencapai 70 persen dan ini sebuah terobosan baru mengingat selama ini belum ada yang melakukan bioremediasi merkuri menggunakan bahan tersebut.
Bahkan Fitri berharap kalau ia dan rekan-rekan peneliti dapat berkolaborasi dengan Ongen Pattilouw dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buru untuk terus melakukan bioremediasi merkuri di sana.
Temuan Ongen juga disambut positif oleh peneliti senior di Fakultas MIPA Universitas Pattimura Ambon, Profesor Dr. Yusthinus T. Male, S.Si., M.Si.
Pakar kimia an organik dan ahli lingkungan dari Unpatti ini menilai, penelitian dengan topik strategi pengendalian pencemaran merkuri dan cianida pada tambang emas di Kabupaten Buru yang menggunakan enam bahan termasuk dari sekam padi, ternyata yang paling unggul adalah arang aktif dari batang pohon kayu putih.
Yusthinus lebih lanjut menilai temuan dari Ongen Pattilow ini sudah bisa dibuat dengan menggunakan paket teknologi.
“Kita buat arangnya dengan ukuran tertentu, kemudian dipacking dan digunakan arangnya sampai tiga empat kali baru diganti dengan yang baru,” saran Yusthinus kepada Ongen.
“Ini sangat luar biasa, sangat aplikatif dan ini berpotensi Paten” tambah Prof tersebut.
Temuan Ongen Pattilow ini dijadikan unggulan baginya saat mengikuti Diklat PKA Angkatan VI tahun 2022 dan sangat disambut gembira oleh Profesor Yus Mal .
“Ini sangat luar biasa ada peserta yang menemukan penelitian berpotensi paten dan ini sumbangsih badan Diklat yang luar biasa,”lagi puji dia.
Prof Male yang merupakan salah satu stakeholder kunci dan Aksi Perubahan ini sangat berminat dengan temuan Ongen dan mengajaknya terus dirancang teknologinya bersama-sama untuk Penjernihan air di sumur warga, kolam ikan dan irigasi di sawah yang terindikasi tercemar
.”Ini terobosan yang luar biasa,” ucapnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Rektor Universitas Iqra Buru, Dr. M. Sehol, S.Pd., MSi., MPd Si Doktor di bidang Bioremediasi bahwa akan bersinergi dengan DLH Kabupaten Buru untuk mengembangkan upaya Bioremediasi di Bumi Bupolo khususnya pada Wilayah Sekitar Gunung Botak.
Dalam laporan akhir hasil penelitian tadi sore kerjasama debgan DLH Buru, bahwa saat ini di sungai Anahoni memiliki kandungan Sianida dan Besi sangat tinggi dan kandungan merkuri dibawah ambang batas, karena faktanya dalam beberapa tahun terakhir ini rendaman yang banyak tersebar di sungai Anahonu dan merkuri digunakan dalam pengolahan emas dengan menggunakan tromol yg tersebar di kawasan pemukiman masyarakat mulai dari Desa Dafa, Debowae, Parbulu, Widit, Waelo hingga Waetina masih digunakan oleh beberapa warga masyarakat secara sembunyi-sembunyi dari kejaran fihak aparat penegak hukum.
Penjabat Bupati Buru, Dr. Djalaludin Salampessy. S.Pi., M.Si juga memuji temuan arang kayu putih untuk mereduksi permasalahan pencemaran lingkungan oleh B3 yang berdampak buruk terhadap biota di daerah itu, baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Dukungan juga mengalir dari Forkopimda Kabupaten Buru diantaranya Dandim 1506 – Namlea Letkol Arh Agus Nur Pujianto, SIP., M.Han yang pertama memberikan dukungan dan Kajari Buru Bapak Hasan Pakaja, SH., MH.
“Terimakasih banyak buat Pak Dandim 1506 Namlea dan Pa Kajari Namlea atas arahan dan dukungan demi suksesnya kegiatan ini. Ucapan yang sama ditujukan pada Raja Kayeli Bpk Fandy A. Wael, SSTP,
ucap Ongen disela-sela kegiatan Laporan Akhir Kajian Sungai Anahoni tadi kemarin sore di Dinas LH,” ungkapnya.
Walau temuannya belum dipatenkan, tapi telah memiliki Hak Cipta atas temuan tersebut, Ongen mulai mendatangi warga di desa-desa dan juga masuk beberapa sekolah di Kecamatan Waelata diantaranya SMP N 7 Buru dan SMA N 6 Buru.
Ia menyerukan “Stop penggunaan merkuri dan Cianida demi anak cucu kedepan.
Sambil mulai memperkenalkan idenya tentang “Strategi Pengendalian Pencemaran Merkuri dan Cianida di Kabupaten Buru” dengan Akronim : “SI EMAS DI BURU”
“Ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya pula diberikan kepada seluruh stakeholder yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu,” kunci Pattilow.*** TASYA