KABARTERKINI.NEWS– RUMAH pasangan La Bondo dan Wa Nur’In di dusun Ulusadar desa Wisala kecamatan Huamual Belakang tampak memperihatinkan. Jauh dari kata “layak huni”.
Pasangan tersebut membangun rumah diatas sebidang tanah berair seperti halnya rawa. Rumah panggung yang 2013 lalu dibangun kini sudah reot dan miring ke kanan jika dilihat dari arah depan rumahnya. Jika musim penghujang, air di sekeliling rumahnya dapat mencapai lantai rumah.
Rumah itu berdinding pelepah sagu, berlantai papan yang sudah mulai lapuk. Di rumah yang lebih mirip gubuk itu saksi bisu kelahiran anak mereka La Fathin. Fathin, ada satu lagi anak mereka yang kedua. Namun meninggal dunia.
La Fathin tumbuh ditengah-tengah keterbatasan orang tuanya. La Fathin tumbuh dihimpit ekonomi keluarga yang tak kunjung merdeka. Akhirnya La Fathin menderita gizi buruk. Kondisi La Fathin baru terkuak pada bulan Desember 2019 lalu.
“Mau bagaimana lagi, untuk biaya makan sehari-hari saja susah, apalagi mau perbaiki rumah,” akui Nur’in saat dijumpai wartawan media ini di Ulusadar, Minggu (12/01).
Nur menjelaskan, suaminya selama ini kerja serabutan. Kadang melaut dan kadang berkebun. Sesekali menjadi kuli bangunan.
“Pendapatan kalau untuk melaut juga kebun satu hari paling tinggi Rp. 17.000,- (Tujuh Belas Ribu rupiah). Dan Rp. 10.000,- (sepuluh Ribu Rupiah) itu pendapatan paling sedikit setiap harinya,” akui dia.
Ia mengakui, pendapatan yang diperolah suaminya tidak sebanding dengan kebutuhan yang ada. Untuk memperbaiki rumah kata dia, adalah mimpi besarnya demi anaknya yang masih balita.
Perihal rumahnya tersebut, Nur’in mengisahkan, pernah ada kejadian rumahnya bergoyang seakan mau roboh. Kejadian itu karena angin kencang disertai hujan.
“Kami merasa takut sekali, kalau sudah datang angin, rumah bergoyang, dan rumah kami ini sudah miring ke bagian kiri. Kalau hujan kuat, air hujan tembus kedalam rumah melalui dinding rumah kami. Kami tidak punya rumah selain rumah ini. Mau lari kemana kami tidak punya apa apa selain rumah kami ini,” lirih ungkapnya.
Ditanyai perihal bantun-bantuan pemerintah setempat, Nur’in menyatakan tidak pernah dapat bantuan sama sekali dari pemerintah.
“Namun kami hanya baru saja dapat bantuan berupa satu unit WC dari bantuan Dinas kesehatan dan sampai saat ini bantuan Dari Dinas kesehatan itu juga belum kelar. Karena kabel lampunya, dan airnya belum bisa di pasang. Saya tidak punya uang buat beli kabel dan pipa untuk memperbaiki WC bantuan itu,” akuinya.
Usut punya usut, bantuan yang dimaksud Nur’in ternyata bantuan langsung dari Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI dengan program Intervensi Stunting Kesehatan Lingkungan tahun 2019. Bantun itu belum selesai dikerjakan karena air dan lampu belum tersedia.
Melalui media ini, Nur’in berharap agar pemerintah bisa melihat kondisi keluarganya.
“Kami juga tidak mau rumah kami seperti ini, namun kondisi kamilah yang membuat kami seperti ini. Tidak mampu untuk berbuat apa-apa dengan penghasilan kami pas pasan kaya begini,” pungkasnya.*** Munandar
Potret rumah keluarga Fathin dari dalam yang berhasil dihimpun: