KABARTERKINI.NEWS – Isu Poligami oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi topik hangat beberapa pecan terakhir. Berbagai kalangan angkat bicara menyoal isu tersebut. Tidak sedikit yang kontra, namun lain sisi dukungan untuk buah pikir partai dengan nomor urut 11 itu mengalir terus.
Tentu partai muda ini punya alasan yang mendasar atas statemen yang mengemparkan seanteru nusantara ini. Berikut penuturan Grace Natalie, Ketua Umum (Ketum) PSI mengutarakan alasannya sebagimana dilansir dari PSI.ID.
Sebelumnya, KABARTERKINI.NEWS mengajak kita memahami apa itu Poligami. Poligami dalam wikipedia ialah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yg bersamaan. Pengertian dari wikipedia sama dengan pengertian pada umumnya di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Berikut alsan PSI soal isu Poligami :
Mengapa PSI mengangkat masalah poligami?
PSI adalah parpol yang peduli pada keadilan, khususnya kalangan perempuan yang sampai kini masih banyak mengalami diskriminasi. Riset LBH APIK tentang poligami menyimpulkan bahwa pada umumnya, praktik poligami menyebabkan ketidakadilan: perempuan yang disakiti dan anak yang ditelantarkan. Poligami menimbulkan ketidakharmonisan dan menyebabkan perceraian. PSI berpandangan, keadilan harus ditegakkan dari rumah, dari keluarga. Karena keluarga yang setara adalah prasyarat penting bagi tegaknya keadilan dalam skala lebih besar di masyarakat dan negara. PSI tak ingin menempatkan perempuan lebih tinggi, yang kami perjuangkan adalah KESETARAAN antara laki-laki dengan perempuan.
Benarkah PSI melarang poligami?
Benar. Untuk itu PSI memulai dari diri sendiri terkait pelarangan poligami bagi Pengurus, Caleg dan kader PSI. Kami telah membuat aturan bagi Pengurus dan Caleg PSI tidak boleh poligami. Dalam Peraturan Organisasi Bab I Pasal 5 Poin 2.c. Yang disahkan dengan kontrak tertulis.
Kami juga setuju dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)–sosok yang setia monogami sampai akhir hayatnya–bahwa pelarangan poligami dimulai dari budaya. Kultur anti-poligami telah kami mulai dari dalam.
Selanjutnya PSI ingin mendorong pelarangan poligami melalui revisi atas UU Perkawinan tahun 1974. Larangan ini diberlakukan KHUSUS untuk pejabat publik di Eksekutif, Yudikatif, Legislatif dan Aparatur Sipil Negara, karena pejabat publik bekerja, terikat kontrak dan digaji oleh negara yang keuangannya berasal dari pajak seluruh warga negara. Kami meyakini, negara seharusnya tidak terlibat — secara langsung maupun tidak langsung — melanggengkan ketidakadilan yang muncul akibat praktik poligami. Lebih dari itu pejabat publik dan ASN dituntut menjadi tauladan bagi masyarakat umum.
Bukankah ada paham agama yang memperbolehkan poligami, apakah PSI tidak takut disebut menentang agama?
PSI tidak mau masuk pada perdebatan teologis. Kami menghormati perbedaan pandangan keagamaan baik yang pro dan kontra poligami. Biarlah hal itu menjadi diskusi dalam pemikiran keagamaan dan perbedaan budaya dalam masyarakat. Fokus PSI melihat poligami sebagian masalah sosial dan isu keadilan perempuan. Banyak lembaga perempuan dan hak asasi manusia, khususnya Komnas Perempuan yang menegaskan bahwa dalam praktiknya poligami menimbulkan ketidakadilan pada perempuan dan menjadi salah satu penyebab keluarga tidak harmonis. Bagi kami memberikan perlindungan pada perempuan dan anak-anak dalam keluarga yang harmonis menjadi tujuan utama demi masa depan bangsa ini.
Apakah pelarangan poligami tidak melanggar HAM?
Tidak! Karena poligami malah melanggar hak asasi perempuan yang salah satunya bebas dari diskriminasi, pelecehan dan kekerasan. Pelarangan ini justru untuk melindungi hak asasi perempuan agar terbebas dari diskriminasi dan ketidakadilan.
Mengapa PSI mendorong usia pernikahan perempuan 18 tahun? Bukankah di UU Perkawinan Usia 16 tahun?
PSI berpatokan pada UU Perlindungan Anak dan UU HAM yang menyebutkan usia anak adalah di bawah 18 tahun. PSI menentang pernikahan anak. PSI mendorong revisi UU Perkawinan tahun 1974 agar usia pernikahan perempuan 18 tahun. Permintaan PSI ini lebih moderat dibandingkan ada yang ingin menaikkan usia pernikahan perempuan ke 20-21 tahun.**