KABARTERKINI.NEWS– Enam bulan sudah Murad memimpin Maluku. Pertanyaan bermunculan adalah apa kabar Maluku Baru?.
Tentu ini pertanyaan yang sangat wajar mengingat Maluku baru telah menjadi “trade mark” Murad sehingga public menanti kapan Maluku menikmati kesejahteraan. Itulah makna kemerdekaan yang besoknya meletus ditengah-tengah perayaan 17 Agustus 2019 di tanah air.
Saat kampanye pemilihan gubernur (Pilgub), ada beberapa janji Murad yang menarik untuk dicermati yaitu, industrialisasi sumberdaya alam dan manusia, optimalisasi industri perikanan dan lain-lain.
Sebagai ilustrasi posisi perikanan menjadi penting karena sepertiga dari 6 miliar penduduk dunia bergantung pada ikan sebagai protein hewani.
Sekitar 36 juta orang bekerja sebagai Nelayan, dan 98% nya ada di dunia ketiga. Juga sekitar 520 juta orang bergantung pada sector perikanan (FAO 2016).
Di Maluku sendiri, jumlah Nelayan Maluku mencapai 124.894 (puryono, 2018), kondisi nelayan saat ini sangat dilematis. Dengan sumberdaya alam kelautan yang luar biasa dahsyat, nasib Nelayan seakan-akan jalan di tempat.
Pertanyanya adalah, peran dan agenda apa yang semestinya dimainkan Dinas Perikanan Dan Kelautan ini?.
DKP semestinya mampu menerjemahkan gagasan besar Gubernur terkait industrialisasi sumberdaya alam dan optimalisis industri perikanan dalam tataran empiris. Untuk itu, ada sejumlah respons agenda penting yang mesti diperhatikan.
Pertama, Optimalisis industri perikanan. Ada dua perspektif industrialisasi perikanan yaitu, industrialisasi perikanan dalam arti sempit dan luas.
Industrialisasi perikanan dalam arti sempit yakni, membangun pabrik-pabrik pengolahan ikan yang tujuannya meningkatkan produksi ikan olahan baik untuk memenuhi pasar domestic maupun ekspor.
Perspektif ini mirip dengan gaya food-loose industri yang menjadi ciri industrialisasi di Indonesia selama ini. Kemudian industrialisasi perikanan dalam arti luas yakni, transformasi ke arah perikanan yang bernilai tambah, tujuannya meningkatkan nilai tambah produksi perikanan lokal yang dinikmati para pelaku usaha kecil dan menengah dari hulu maupun hilir.
Sehingga Nelayan dan pembudidaya ikan juga menjadi bagian penting dalam proses ini. Industrialisasi tidak sekadar membangun pabrik tetapi lebih pada terciptanya system yang menjamin mutu produk perikanan Nelayan dan pembudidaya ikan yang bernilai tambah, berkelanjutan, serta menyejahterakan.
Dari kedua perspektif yang ada, persoalannya adalah perspektif mana yang akan dipilih pemerintah? Pilihan ini akan sangat menentukan kebijakan-kebijakan yang akan di ambil. Oleh karena itu, diperlukan agenda besar industrialisasi sehingga langkah eksekusi yang sistematik dalam memajukan sector ini secara komprehensif (Produksi Primer, Pengolahan, Perdagangan, Pengelolaan Sumberdaya, Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Dan Teknologi) melalui tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang yang terukur.
Kedua, Untuk menjamin mutu ikan memiliki nilai ekonomi, aman dikonsumsi, serta diproduksi ramah lingkungan, makan diperlukan system penyuluhan yang handal.
Saat ini penyuluhan adalah tanggung jawab pemerintah Daerah. Setiap Daerah memiliki kebijakan yang berbeda-beda sesuai dengan Visi kepala Daerah. Ada lembaga penyuluhan yang masih menyatu dengan dinas, dan ada pula yang sudah berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan.
Padahal UU No. 12/2006 Pasal 8 Ayat (2) poin c menegaskan bahwa kelembagaan penyuluhan pada tingkat kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan. Di Indonesia ada sebagian Daerah yang telah melaksanakan amanat UU dengan membentuk kelembagaan penyuluhan, sebagai contoh Provinsi Sulawaesi Selatan dan lain-lain.
Desentralisasi penyuluhan telah terjadi. Dalam suasana Otonomi Daerah seperti ini, maka pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mestinya memiliki kekuatan control yang kuat. Salah satu instrumennya adalah kebijakan fiscal.
Apa yang diinginkan oleh Pempus mestinya dimasukan ke dalam rumusan Alokasi Dana Pusat ke Daerah baik DAU dan DAK. Ini bisa menjadi system insentif untuk penyelenggaraan penyuluhan perikanan di Daerah.
Ketiga, Pemerintah harus mengatur system logistic ikan (Slin) sebagaimana Pasal 18 UU Kelautan, dan diperkuat dengan Pasal 30 tentang kewajiban pemerintah mengembangkan dan meningkatkan penggunaan angkutan perairan dalam rangka konektivitas antar wilayah Negara Kesatuan Republic Indonesia.
Dengan slin dan konektivitas ini maka diharapkan distribusi ikan semakin tertata dan fluktuasi harga di tingkat Nelayan serta kelangkaan bahan baku untuk industri pengolahan bisa teratasi. Ide pengembangan infrastruktur dan konektivitas gugus pulau bagian dari agenda kedua, kuncinya ada pada ketersediaan armada kapal dan kesiapan pelabuhan.
Saat ini kita memiliki salah satu (ALKI) yang terdapat ditiga alur laut kepulauan Indonesia yaitu, (Samudra Pasifik, Selat Maluku, Laut Seram, Dan Laut Banda). Sebagai jalur lintasan di Indonesia semestinya kita bisa memetik keuntungan ekonomi yang luar biasa besar.
Terlepas dari sejumlah agenda tersebut. Pemerintah Daerah segerah melakukan penyusunan rencana perikanan dan potret perikanan Maluku tahun 2024 secara jelas. Visi Maluku Baru harus diterjemahkan ke dalam peta jalan (rood map) pembangunan kelautan secara sistematis dengan tahapan yang jelas dan realistis.
Hal ini akan mempermudah pemerintah dalam program pembangunan lima tahunnya, dan merangsang respon masyarakat dan pasar untuk berperan.
Di hari kemerdekaan ini, motto Maluku baru sudah saatnya tidak sekadar jargon. Tiga agenda diatas memerlukan desain besar yang memerlukan komitmen berbagai pihak. Pemerintah, swasta, perbankan, masyarakat, perguruan tinggi, legislatif harus memiliki komitmen untuk bekerjasama. Harmoni relasi antar actor ini mesti diperkuat dengan pengawalan public.
Semua lapisan masyarakat bersikap dan bersuara satu visi dari tempat kita berkiprah masing masing. Yang bergerak di media, yang bergerak di OKP Cipayung, yang bergerak di asosiasi pengacara dan sebagainya. Semua satu visi dan satu suara.
Kita kepung dari berbagai lini melalui aksi informasi dan pembentukan opini publik. Melalui berbagai sarana media yang bisa kita akses. Dengan mendayagunakan bakat-bakat khusus dan kebisaan kita masing masing dari berbagai elemen dan lapisan masyarakat yang berkesadaran.
Namun, yang tetap harus dijaga sebagai prinsip pokok adalah menjawab pertanyaan: Maluku baru untuk siapa? Semoga Maluku baru bisa menyejahterahkan rakyat.***
Tentang Penulis : Herman Nurlete, aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Saat ini masih menjalani studi S1 di Universitas Pattimura Ambon.
(Isi diluar tanggung jawab redaksi)