KABARTERKINI.NEWS– KETUA Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Hipmast) provinsi Maluku, La Ode Suryanto menyampaikan kekesalannya terhadap pemerintah Provinsi Maluku terkhusus dinas kesehatan.
Pasalnya, hingga tanggal 9 Juli 2020 dini hari, masih didapati biaya Rapid Test Antibodi sebsear 500 ribu rupiah.
Padahal surat edaran kementerian kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang batasan tarif tertinggi pemeriksaan Rapid Test Antibodi telah dikeluarkan sejak tanggal 6 Juli lalu.
Surat edaran dengan sejumlah point pembatasan tarif Rapid Test kepada masyarakat itu ditandatangani oleh Dirjen Pelayanan Kesehatan, Bambang Wibowo.
Perihal itu sehingga ketua Hipmast Maluku menyampaikan kekesalannya.
Aktivis asal kabupaten Buru Selatan (Bursel) ini menjelaskan, empat point dari Dirjen Pelayanan tersebut bersifat perintah.
“Tentu sudah dijabarkan secara detail alasan serta pertimbangan dalam surat edaran itu. Tapi pemerintah provinsi Maluku khususnya “acuh tau” dengan surat yang bersifat perintah itu,” ungkap Suryanto.
Dirincikan, sebagaimana surat tersebut diperintahkan untuk melaksnakan batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan Rapid Test Antibodi sebesar 150 Ribu Rupiah.
“Besaran tarif itu berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan Rapid atas pemrintaan sendiri,” ulas dia.
Dalam point ke-empat intruksi tersebut mewajibkan agar fasilitas kesehatan atau pihak yang memberkan pelayanan pemeriksaan rapid dapat mengikuti batasan tarif yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.
“Kalau tidak dijalankan ini sama saja pemerintah provinsi Maluku dalam hal ini jajaran di Dinas Kesehatan yang merupakan ASN menjadi pembangkang kepada pemerintah pusat. Bisa disebut calo ini.”
“Lucunya, pemerintah provinsi Maluku tidak mengontrol seakan ini menjadi komoditi para ASN kepada masyarakat kecil. Jadi pembangkan bukan berujung Pro Kepada rakyat melainkan tambah menginjak masyarakat,” tambah Suryanto menekan.
Suryanto bahkan mengendus, ada aksi pungutan liar secara terang-terangan di sejumlah unit pelayanan Rapid Test di Maluku.
Dirinya berharap, pemerintah provinsi Maluku dalam hal ini Gubernur Maluku Irjen Pol. Murad Ismail dapat mengontorol fenomena yang meresahkan ini.
“Kami minta bapak Gubernur Maluku untuk menertibkan fenomena biaya rapid test di Maluku. Masyarakat resah dengan ini semua. Sudah susah masyarakat, kembali lagi disusahkan oleh pemerintah seperti ini,” pungkas dia.
Sementara Kepala Dinsa Kesehatan Provinsi Maluku, dr. Meike Pontoh dikonfirmasi via seluler bekum memberikan tanggapannya. Telfon dari wartawan tidak dijawab, pesan via WhatsApp pun tidak digubris.*** RUL