Merajut Yang Hilang, Cipayung Plus di Ambon Minta DPRD Seriusi Konflik Antar Desa

Kabar Daerah News Polri dan TNI

KABARTERKINI.NEWS- SEJUMLAH organisasi kepemudaan yang tergabung dalam cipayung kota Ambon meminta DPRD Provinsi Maluku seriusi masalah konflik komunal antar desa/kampung yang sering terjadi di Maluku.

Permintaan yang dilayangkan ke pimpinan dan jajaran DPRD Provinsi itu dianggap penting. Mengingat sebagai wakil rakyat di parlemen dapat dengan leuluasa menjadifasilitator dan mediator dengan semua pihak guna mengeliminir munculnya konflik komunal tersebut.

Melalui pers konfrensi dengan bertajuk Merajut Yang Hilang yang digelar baru-baru ini, cipayung kota Ambon yang terdiri dari, GMNI, HMI dan GMKI mendesak DPRD provinsi harus sesegera mungkin menindak lanjuti permintaan mereka.

Ketua GMNI Cabang Ambon, Sujahri Somar menjelaskan, fakta yang terjadi saat ini pertikaian terjadi di beberapa daerah seperti Negeri Latu dengan Hualoi mengorbankan jiwa, kerugian materil bahkan fasilitas pendidikan dibakar.

Kejadian serupa terjadi di negeri Lisabata dan Mornaten (SBB). Sama halnya pula di desa Salarem dengan Lor-lor (Aru), atau dalam pulau Ambon sering terjadi cek-cok antar kawasan Kudamati tempat putar mobil dan lorong PMI

“Kami juga memantau serta juga aksi provokatif di Amahusu karena pengaruh Medsos,” akui Somar.

Lanjut dia, berkaca pada konflik horizontal 20 tahun silam di Maluku, sudah pasti harapan orang Maluku tidak ingin mengalami lagi, yang nantinya bisa menyusahkan diri sendiri.

“Dan peran DPRD selaku wakil rakyat dipandang sangat penting menjadi mediator untuk menyatukan desa-desa yang saat ini tengah berselisih paham,” tegasnya.

Menurut Somar, DPRD selaku representatif rakyat, jangan duduk diam, berpangku tangan melihat kejadian yang dialami rakyatnya. Setidaknya harus ada perhatian lebih pada konflik yang mengguncang batin serta psikologi masyarakat, bagaimana membangun kesadaran masyarakat soal kelangsungan hidupnya dalam kemajemukan yang indah.

“Panggil pihak-pihak terkait dan bicarakan tuntas masalah konflik komunal ini, turun langsung ke lapangan atau tindakan konkrit lainnya. Kami apresiasi atas kerja-kerja kepolisian dan peran civil society untuk menjaga Kamtibmas,” pungkas Somar.

Senada, Ketua GMKI Cabang Ambon, Almindes Syauta menilai, fungsi pengawasan DPRD untuk Kamtibmas harus ditingkatkan, karena semakin berkurang apalagi mendekati momen Pemilu 2019. Dimana tanggungjawab bersama tetap mempertahankan kedamaian di Maluku, merajut yang hilang bukan dengan konflik, tetapi memperkuat hidup orang basudara.

“Kami minta DPRD Maluku dapat meningkatkan koordinasi dengan pihak keamanan yakni Polda Maluku dan Kodam XVI/Pattimura serta stakeholder untuk mencari solusi akhiri konflik komunal yang terus terjadi,” papar Syauta.

Atas persoalan itu, Syauta lantas menghimbau kepada setiap lapisan masyarakat Maluku agar tidak mudah terprovokasi dengan situasi media sosial (Medsos) yang kadangkala dapat meng-agitasi serta mencoba untuk menghancurkan kerukunan hidup orang basudara di Maluku. Serta mengharapkan sosialisasi kesadaran bermasyarakat dalam hal memupuk semangat kehidupan bersama ditengah kemajemukan sosial budaya di negeri raja-raja.

Sementara Muhamad Iqbal Souwakil, ketua HMI Cabang Ambon menyatakan, perilaku masyarakat yang terseret pada arus konflik komunal, menjadi sorotan utama civil society menyuarakan kedamaian dengan semangat ke-Maluku-an. HMI bagian didalamnya yang berupaya menghidupkan semangat “orang basudara”, “sagu salempeng patah dua”, “potong di kuku rasa di daging”, “ale rasa –beta rasa” ditengah-tengah konfik komunal ini.

“OKP Cipayung, yang dalamnya juga ada HMI akan merangkul kadernya yang berasal dari daerah konflik sebagai agen perdamaian pada daerahnya masing-masing,” ungkap Souwakil.

Souwakil menjelaskan, pihaknya bersama Cipayung plus akan surati segera DPRD Maluku untuk sikapi konflik komunal ini. Tidak menutup kemungkinan juga beraudiensi dengan pihak lain.

“Pressure group penting untuk tuntaskan semua persoalan konflik komunal. Karena bisa jadi bom waktu bagi kita sewaktu-waktu. Maka harus diputus mata rantai ini segera dan mengajak,” endusnya.

Menutup keterangan persnya, masyarakat diminta tidak terprovokasi. Dia ingatkan, kesemuaan masalah Butuh kesadaran kolektif memang. Latupati, raja-raja, kepala desa, tokoh pemuda, adat, agama harus lebih proaktif membantu kepolisian.****Rul/ MR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *