INVERTILITAS PENDIDIKAN DALAM MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI PULAU BURU

Opini dan Artikel Tak Berkategori
Oleh:
Iin Sulastri Ode Ami
(Mahasiswa FKIP, Jurusan Bahasa Inggris Universitas Iqra Buru)

Era revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia ke-empat telah mengalihkan aktifitas, produktifitas dan kebutuhan manusia berbasis teknologi pada berbagai aspek kehidupan. Segala hal menjadi tanpa batas dan tidak terbatas akibat perkembangan internet dan tekenologi digital.

Era ini telah memengaruhi banyak aspek, baik di bidang ekonomi, politik, budaya, seni, bahkan dunia pendidikan sebagai instrumen kunci perkembangan peradaban pun harus direvolusi sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Sehingga apa yang telah diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 dapat tercapai dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan adanya revolusi industri 4.0, dunia pendidikan dituntut harus mengukuti arus perkembangan teknologi yang sedang berkembang pesat seraya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai fasilitas yang serba canggih untuk memperlancar proses dan meraih outpot pembelajaran yang lebih efektif.

Selain itu, diharapkan melalui pemberdayaan TIK, maka pola pikir pembelajaran dapat bergeser dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered) ke pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) berbasis TIK agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar dan meningkatkan prestasi mereka melalui belajar mandiri (independent learning).

Masalah utama yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia, secara nasional, saat ini adalah rendahnya kualitas pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor yang bersumber dari SDM tenaga pengajar, tenaga kependidikan, siswa, dan fasilitas serta media pembelajaran.

Hal itu setidaknya dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu rendahnya hasil ujian nasional, rendahnya tingkat penerimaan mahasiswa baru pada perguruan tinggi negeri (PTN), dan rendahnya tingkat kelulusan mahasiswa pada universitas internasional (Soviawati, 2011; Ismaimuza, 2013; Amir & Kurniawan, 2016; Rinantanti dkk, 2017).
Secara regional, pendidikan di Maluku, khusunya di pulau Buru juga mengalami hal serupa, yakni rendahnya kualitas pendidikan dengan predikat ranking terakhir dari 34 provinsi di Indonesia.

Meskipun nilai hasil ujian nasional pada dua tahun terakhir ini mengalami peningkatan dengan predikat memuaskan, namun jika dikorelasikan dengan hasi uji kompetensi guru (UKG) dari tahun 2013-2018 yang menempati ranking 33 dari 34 provinsi, maka dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Maluku, khususnya di pulau Buru masih sangat rendah kualitas dan outputnya disebabkan oleh rendahnya kompetensi guru serta fasilitas yang memadai.

Sesuai dengan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2017, nilai rata-rata hasil UKG Provinsi Maluku 47,38. Sementara rata-rata Nasional 56,69. Penyebab utama nilai UKG Guru di Maluku selalu berada di peringkat terbawah ialah lemahnya sistem rekrument guru dimaluku. Fakta membuktikan kurang lebih 30% guru di Maluku yang tidak sesuai dengan bidang keahlian mereka yang berakibat pada rendahnya nilai kopetensi (Siwalimanews, 2018).

Data di atas menunjukkan bahwa belum tercapainya pemerataan mutu pendidikan secara nasional dan regional, baik dari jenjang pendidikan dasar hingga ke perguruan tinggi. Selain itu, pendidikan di pulau Buru juga dihadapkan pada berbagai tantangan terutama yang berkaitan dengan dinamika lingkungan global dan revolusi digitalisasi yang memaksa dunia pendidikan pulau Buru untuk ikut mengambil andil dalam persaingan global.

Jika tidak, maka pendidikan di pulau Buru akan mengalami kemandulan (invertilitas) dan semakin terbelakang dibandingkan dengan provinsi dan kabupaten lain yang ada di Indonesia. Untuk itulah, essay ini mencoba mengurai keinvertalisasian pendidikan di pulau Buru serta memberikan solusi untuk tetap suvive dalam pengembangan SDM melalui pendidikan di pulau Buru dan Maluku di era 4.0 ini.

Peluang dan Tantangan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu instrument utama pembangunan suatu bangsa. Banyak negara di dunia terbukti telah meraih kemajuan yang mereka citakan disebabkan oleh kualitas pendidikan.

Hal inilah yang kemudian dijadikan sebagai cita-cita bangsa Indonesia untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” sesuai dengan amanat UU No. 20 tahun 2003 mengatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Melalui pendidikan, suatu bangsa mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdayasaing. Dalam hal ini guru mempunyai peran penting dalam menciptakan sumberdaya manusia.

Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 pasal 1 menyatakan bahwa guru adalah pendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru mampu mendidik dan menumbuhkan kedewasaan siswa. Guru mampu mengajar dengan mengatur dan menciptakan kondisi lingkungan sehingga siswa dapat melakukan kegiatan pembelajaran.

Fakta yang terjadi di pulau Buru menunjukkan bahwa guru dan peserta didik mengalami banyak hambatan dalam proses pembelajaran, baik secara internal maupun eksternal. Dari kedua faktor ini, faktor eksternal-lah yang dominan mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan, yaitu: a) penerapan kurikulum yang kurang tepat dalam pembelajaran; b) kurangnya kreatifitas guru untuk mengadopsi dan mengadaptasi metode pengajaran yang tepat sesuai dengan kemampuan siswa, lingkungan, dan fasilitas yang ada; c) kurangnya sarana prasarana yang mendukung keberhasilan pembelajaran, dan d) kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan dan mengintegrasikan kemajuan TIK dalam pembelajaran (Syukur, 2014; Bin-Tahir & Hanapi, 2017).

Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam penerapan TIK di bidang pendidikan antara lain disebabkan oleh :
Belum meratanya infrastruktur yang mendukung penerapan TIK di bidang pendidikan merupakan permasalahan awal yang harus segera diselesaikan oleh pihak yang berwenang, karena tanpa adanya infrastruktur yang mendukung maka penerapan TIK di bidang pendidikan. Pada saat ini, terdapat kecenderungan bahwa hanya ada daerah tertentu saja yang mendapatkan akses TIK.

Hal ini dikarenakan masih banyak daerah yang bahkan memiliki akses telepon saja tidak ada, apalagi untuk akses internet. Bahkan sungguh banyak sekali potensi sumber daya manusia unggul yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Jika hal ini terus berlangsung seperti ini maka dikhawatirkan bahwa potensi sumber daya manusia yang dimiliki daerah akan terbuang dengan percuma dan tidak dapat dimanfaatkan untuk kemajuan pulau Buru.
Ketidaksiapan sumber daya manusia untuk memanfaatkan TIK dalam proses pembelajaran.

Ketidaksiapan ini dikarenakan pola kebiasaan pembelajaran yang masih belum menganggap penting peranan TIK dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Maka cenderung sudah merasa puas akan materi yang telah diberikan oleh guru secara langsung, sehingga menyebabkan mereka tidak mau/malas untuk mencari tau informasi tambahan yang ada di internet walaupun sarana dan infrastruktur sudah mendukung dalam penerapan TIK.

Terkadang kendala ini jauh lebih sulit untuk dipecahkan dari pada tidak adanya infrastruktur yang mendukung TIK, hal ini karena biasanya lebih susah untuk mengubah pola tingkah laku/kebiasaan diri seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dari setiap individu peserta didik untuk memanfaatkan dan menerapkan TIK dalam metode pembelajaran.

Secara Non-fisik; a) Kurangnya kepercayaan diri guru dalam menggunaan TIK untuk melaksanakan proses belajar mengajar (PBM). Guru takut gagal mengajar melalui penggunaan TIK yang saat ini sangat disarankan oleh para ahli; b) Kurangnya kompetensi guru, yang dimaksud di sini adalah kurangnya kopetensi guru dalam mengintegrasikan TIK kedalam pedagogis praktek, yaitu tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan komputer dan tidak antusias tentang perubahan dan integrasi dengan belajar dan menggunakan komputer dalam kelas mereka; c) Sikap guru dan resistensi yang melekat terhadap perubahan.

Sikap dan resistensi guru untuk mengubah tantangan menggunakan strategi baru yaitu dengan integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). Hal ini dimaksudkan dengan sikap guru bahwa penggunaan TIK dalam PBM tidak memiliki manfaat atau keuntungan yang jelas dan pasti.
Hamabatan-hambatan di atas jika tidak dicari temukan solusi yang tepat dan berkesinambungan maka akan berakibat negatif terhadap kualitas pendidikan di pulau Buru.

Solusi yang ditawarkan adalah dengan melibatkan para guru, sekolah, dan stakeholder dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Stakeholder dalam hal ini adalah pemerintah yakni dinas pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Buru berkewajiban untuk meningkatkan skill TIK para guru melalui pelatihan dan workshop penggunaan TIK dalam pembelajaran serta mengevaluasi kualitas pendidikan secara eksternal, baik dengan kerjasama dengan universitas yang ada di Kabupaten Buru yakni Universitas Iqra Buru.

Sedangkan pihak sekolah berkewajiban memfasilitasi para guru untuk ikut terlibat dalam kegiatan peningkatan skill TIK mereka, berkolaborasi dengan universitas yang ada, dan memfasilitasi sarana prasaran untuk TIK di sekolah untuk mengaplikasikan kemampuan yang telah mereka dapatkan dari kegiatan-kegiatan pelatihan.

Para guru, sebagai kunci pelaksana pendidikan, hendaknya menyadari akan perkembangan yang cepat dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan telang menghasilkan sebuah tambahan media bagi pendidik, apakah sumber belajar atau sebagai alat bantu. Tentu saja beberapa sumbangsih solusi dan saran ditawarkan dalam tulisan ini bagi para guru di pulau Buru agar mereka lebih profesional dan kreatif dalam menggunakan teknologi ini.

Untuk memperbaiki mutu pembelajaran memanfaatkan TIK adalah solusi terbaik, adapun tiga hal yang harus diwujudkan yaitu: 1) Peserta didik dan guru harus memiliki akses teknologi digital dalam lingkungan lembaga pendidikan. 2) Adanya materi yanag berkualitas dan bermanfaat bagi guru dan peserta didik. 3) Guru harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan media-media pembelajaran digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik dan mengembangkan potensinya.
Revolusi industri 4.0 dengan segala tantangan dan dampaknya telah menyadarkan berbagai kalangan bahwa mengupgrade informasi merupakan bagian penting yang harus dilakukan agar tetap bisa bersaing dan bertahan hidup.

Long life learning menjadi tuntutan bagi setiap individu agar pengetahuan dan ketrampilannya terus terjaga meski perubahan zaman terjadi begitu cepat dan dinamis. Mengenai hal itu maka guru di pulau Buru pun sebagai bagian dari sosok yang memiliki peran penting di masyarakat, perlu senantiasa mengupgrade informasi dan skill dan terus belajar agar mampu menghadapi tantangan perkembangan zaman. Guru yang selalu mengupgrde diri dan terus belajar dikenal dengan sebutan guru profesional.
Dalam tantangan revolusi industri 4.0 ini, seorang guru profesional sejatinya harus terus belajar dan mengembangkan pengetahuan dan skillnya agar menguasai bidang-bidang yang dituntut pada era revolusi industri 4.0 ini.

Salah satu bidang yang sangat diperlukan pada era revolusi industri 4.0 adalah bidang TIK sebagai bagian yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan dunia pendidikan saat ini dengan segala prosesnya sudah banyak menggunakan TIK sebagai penunjang kelancaran aktivitas di sekolah, mulai dari proses pembelajaran, pengadministrasian, pengevaluasian sampai pada pelaporan hasil belajar.

Pada proses pembelajaran, kini sudah hadir model pembelajaran baru yang diistilahkan dengan blanded learning yakni proses pembelajaran yang memadukan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan (daring). Dengan adanya blanded learning ini, maka seorang guru harus mempelajari berbagai hal yang berkaiatan dengan pembelajaran dalam jaringan, diantarannya e-learning dan ujian berbasis aplikasi.

Selain itu, salah satu penerapan TIK dalam bidang pendidikan antara lain pemanfaatan sarana multimedia dan media internet dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan multimedia dalam proses pembelajaran diwujudkan melalui pembelajaran menggunakan flash, adanya penjelasan melalui media suara/audio dan penambahan fitur-fitur yanag dapat meningkatkan pertisipasi aktif dari peserta didik.

Sedangkan dengan pemanfaatan media internet dalam proses pembelajaran diharapkan akan mempermudah peserta didik dalam meningkatkan informasi yang dibutuhkan, sehingga diharapkan peserta didik akan aktif mencari informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan (Amir & Kurniawan, 2016).
Dengan adanya kolaborasi antara stakeholder, sekolah, guru, siswa, dan pendidikan tinggi yang ada di pulau Buru dalam mengatasi hambatan yang dihadapi oleh guru dalam pengajaran berbasis TIK, maka kualitas pendidikan dapat ditingkatkan sehingga menghasilkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing di era revolusi industri 4.0.

Tidak adanya kolaborasi dalam mengentasi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para guru dan kesadaran guru dalam mengupgrade informasi dan skillnya maka sudah pasti, kualitas pendidikan dan lulusan yang ada di pulau Buru akan mengalami kemandulan (invertilitas) dan tidak dapat bersaing dengan kabupaten maupun provinsi bahkan negara lain di era 4.0.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *