Dari Penyidik Ke Penuntut, Kasus Tipikor Terminal Transit Passo Bergerak ke Tahap II

Kabar Daerah News

KABARTERKINI.NEWS– Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette mengatakan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) anggaran proyek pembangunan terminal transit Passo, kecamatan Baguala, kota Ambon , saat ini sudah memasuki penyerahan tahap dua dari penyidik ke penuntut umum.

“Sekarang sudah tahap dua berupa penyerahan tiga orang tersangka bersama barang bukti dari tim penyidik Kejati Maluku kepada penuntut umum di Kejaksaan Negeri Ambon,” kata Sammy di Ambon, Sabtu.

Menurut dia, bila penanganan perkaranya sudah memasuki tahap ini maka dalam waktu dekat pihak penuntut umum akan melakukan penyerahan BAP, barang bukti, serta para tersangka ke pengadilan Tipikor Ambon untuk disidangkan.

Tiga oknum pelaku yang ditetapkan dalam perkara tindak pidana korupsi anggaran proyek pembangunan terminal transit tipe B di Passo, Kecamatan Baguala (Kota Ambon) adalah AGL, AO, dan JLM.

AGL alias Amir adalah Direktur PT. Reminal Utama Sakti yang menangani pengerjaan proyek tersebut, sedangkan AO alias Angga merupakan pejabat pembuat komitmen, dan tersangka JLM alias John dalam kapasitas selaku konsultan pengawas.

“Ketiga tersangka saat ini telah dititipkan ke dalam rumah tahanan negara (Rutan) Waiheru Ambonn pada  14 November 2019 oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Yudi Handono,” jelas Sammy.

Pada tahun anggaran 2007 hingga 2015, Dinas Perhubungan Kota Ambon bersama Kementerian Perhubungan Cq Dirjen Perhubungan Darat telah mengalokasikan anggaran senilai Rp55,34 miliar untuk pembangunan terminal transit tipe B di Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon.

Anggaran Rp55,34 miliar ini bersumber dari APBD Kota Ambon Rp44,73 miliar dari tahun 2007 hingga tahun 2014.

Sedangkan untuk sumber dana dari Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub sebesar Rp10,60 miliar pada tahun anggaran 2012 dan 2015.

Berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan bahwa dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut terdapat adanya selisih lebih pembayaran yang diterima oleh penyedia barang atau jasa jika dibandingkan dengan volume fisik pekerjaan terpasang.

“Sehingga terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp3,039miliar sesuai laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku nomor SR-269/PW/25/5/2019 tertanggal 7 Oktober 2019,” ujar Sammy.***

AntaraMaluku/Lexy Sariwating

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *