Damailah Negeri Lalasa Dalam Berdemokrasi Di Maluku Oleh : Muhamad Aswan Kelian

Opini dan Artikel Politik

Opini, KABARTERKINI.NEWS, Ambon – 2010 adalah memontum dimana masyarakat Negeri Lalasa Kecamatan Pulau Panjang Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) mengalami konflik antara sesama warga. Pasalnya, masing-masing dari warga Lalasa selalu mempertahankan pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakilnya yang bertarung pada waktu itu di SBT yakni, Abdulla Vanat dan Siti Umuria Suruwaky serta Abdul Mukti Keliobas dan Jusuf Rumatoras.

Menjelang beberapa bulan sebelum memasuki tanggal pencoblosan. Pihak  pendukung dari Vanat dan Siti mengadakan pertemuan dengan Kepala Dusun Lalasa, bersamaan simpatisan lainnya untuk melepaskan salah satu staf masjid yang selalu menjadi pimpinan bagi ma’amumannya yaitu Imam di Masjid Lalasa. Karena hanya dengan pilihan yang berbeda.

Bukan saja masalah pelepasan imam di masjid, salah satu pendukung Abdul Mukti Keliobas dan Jusuf Rumatoras saat meninggal dunia, para simpatisan pendukung Vanat dan Siti tidak mengizinkan mayat itu dimakamkan di negrinya sendiri. Suasan itu membuat keluarga besar yang berduka merelakan mayat anak mereka di makamkan pada tetangga kampung orang lain.

Permusuhan terus berjalan, sudah tidak lagi terlihat tuturan senyum dan suara terhadap sesama. Sehingga hal ini terulang kembali di tahun 2014 pada saat menyongsong pemilihan DPRD Kabupaten SBT Dapil III. Namun, itulah cara berpikir masyarakat setempat dan kita tidak bisa mempermasalahkan, karna memang tidak ada perhatian penuh dari pihak tertentu untuk memberikan pemahaman serta membuka pikiran masyarakat agar mereka juga bisa paham dengan apa arti dan tujuan dari politik ini, agar masyarakat juga bisa menjalani pilihan demokrasinya lebih damai, aman dan selalu menjelang hubungan silaturaHMI antar sesama.

Akibat dari konflik itu, membuat masyarakat Negeri Lalasa berbeda prespektif dalam menjalankan sholat Qhadar dan Tarawi dalam bulan suci Ramadhan. Ada yang mempertahankan untuk menjalankan sholat Qhadar dalam bulan puasa karna hal itu sudah di jalankan oleh leluhur kita terlebih dahulu. Sedangkan pihak lainya mempertahankan untuk menjalankan sholat tarawi dalam bulan suci ramadhan karna pendekatannya adalah Al-Qur’an dan As-sunnah.

Turunan dari perestiwa teraebut hingga membuat  masyarakat Lalasa sudah tidak lagi ber-ibadah bersamaan. Masyarakat lalasa mulai memilih sholat  berkelompok antara sholat Qhadar dan tarawi. Saat waktunya, kelompok sholat dua kelompok ini mulai sholat brrdasarkan kelompoknya hingga usai. Maka jadikanlah domokrasi 2010 itu sebagai contoh agar di 2019 ini tidak terulang kembali.

Damailah Negeriku Lalasa

Damailah masyarakat tercinta Negeri Lalasa dalam menjemput momentum pada tanggal 17 April 2019 ini, untuk mewujudkan demokrasi yang baik. Pilihan kita boleh berbeda asalkan jangan sampai merusak hubungan antar sesama saudara, hilangkan permusuhan serta konflik yang sudah sering terjadi. Jadikanlah itu sebagai pengalaman yang paling terpuruk dalam kehidupan kita masyarakat Lalasa.

Lupakan itu semua demi mewujudkan masa depan yang cerah untuk negri yang kita cintai ini. Jadikanlah negeri
Lalasa sebagai negeri cinta akan perdamaian sesama orang basudara. Agar bisa menjadi contohan yang baik untuk desa-desa lain yang di Kabupaten SBT. Bukan lagi saatnya saling membangun permusuhan antara kita sesama masyarakat biasa, sehingga melahirkan konflik demi pilihan politisi atau dengan pilihan kandidat yang berbeda.

Jikalau kita masyarakat Lalasa merasa bahwa hanya anak negri yang bisa menata dan melihat negeri ini lebih baik. Maka jadikanlah mereka di antara satu-nya untuk menjadi wakil rakyat untuk memperjuangkan kepentingan bersama, bukan saja kepentingan masyarakat Lalasa tetapi semua kepentingan masyarakat yang ada di Kabupaten Seram Bagian Timur.

Selaku penulis dalam cerita ini saya mengharapan negri Lalasa agar  DPRD Kabupaten Dapil III untuk bisa memberikan pemahaman politik yang baik buat masyarakat melalui panggung kampanye agar mereka lebih paham. Bukan saatnya lagi untuk kandidat saling mengadu domba satu sama lain untuk menjadikan rakyat sebagai senjata dalam menjatuhkan lawan politik. Kini saatnya nilai-nilai kemanusian diberikan pada masyarakat agar tidak lagi melahirkan konflik atau permusuhan di kalangan masyarakat.

Sebab jabatan DPRD sangat istimewa. Karena bisa mentukan hajat hidup rakyat. Dan Jangan sampai kita salah pilihan. Masa lalu tak patut ditutupi agar kewibawaan kelak tak terkabiri.
Tapi DPRD dipilih untuk masa kini dan masa depan bukan untuk di gorogoti masa silam. Segala rencana harus di ukur dan terukur agar tidak menjadi mimpi yang kabur. Boleh saja kekurangan di toleransi tapi sikap kritis tidak bole berhenti. Jadi mari menguji mereka yg sedang unjuk diri karena memilih tak seperti sedang berjudi.

Penulis adalah anak asli negeri Lalasa yang saat ini menempuh pendidikan di perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon sejak tahun 2014. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *