Bupati SBB dan Pemekaran Dusun, Hermanses: SELAKU ANAK ADAT BUPATI PAHAM ATURAN BERNEGARA

Kabar Daerah News

KABARTERKINI.NEWS- PERNYATAAN Bupati kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Moh Yasin Payapo yang sempat viral mendapat dukungan Hasan Hermanses salah satu tokoh pemuda asal negeri Tahalupu pulau Kelang kecamatan Huamual Belakang. Hemanses mendukung pikiran Bupati perihal pemekaran dusun menjadi desa administratif.

Sebagaimana berita yang ditayangkan sebelumnya, Bupati SBB menyatakan bahwa kewenangan untuk memekarkan dusun menjadi desa administrasi adalah sepenuhnya menjadi kewenangan negeri/desa Induk. Bukan kewenangan Bupati bahkan Presiden. Pernyataan Bupati ini kemudian didukung penuh Hermanses

“Selaku Anak Negeri Tahalupu Pulau Kelang, kami memberikan apresiasi positif terhadap pernyataan Bupati SBB tersebut,” ungkap Hermanses.

Dia menjelaskan, dari perspektif Hukum Tata Negara apa yang disampaikan Bupati SBB sudah sejalan dengan perintah Konstitusi. Dalam Pasal 18 B ( Ayat 2 ) UUD Tahun 1945 ditegaskan bahwa, negara mengakui serta menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurutnya, norma dalam pasal ini mengandung makna perintah agar Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota seyogyanya bergegas untuk menghadirkan payung hukum lanjutan dalam bentuk Peraturan Daerah ( Baca = Perda Adat ) untuk menetapkan mana perkampungan dari 92 Desa di Kabupaten SBB itu yang masuk Kategori Negeri dan mana yang kategori Desa.

“Sehingga implementasi terhadap Pasal dimaksud dapat segera terealisasi sebagai jawaban atas suara kebathinan masyarakat di negeri-negeri adat di SBB yang menuntut identitas dan marwah serta harga diri mereka yang telah hilang puluhan tahun sebagai akibat dari di berlakukannya UU No. 5 Tahun 1979 Yang sarat dengan bangunan konsep uniformitynya pada era orde baru yang memaksakan penerapan sistim pemerintahan model Kelurahan ala pulau jawa di seluruh Indonesia kala itu,” Tegas Jelas Hermanses.

Ditambahkannya, semua kita tentu tahu bahwa mayoritas negeri-negeri adat yang ada di Kabupaten SBB telah ada jauh sebelum Negara Indonesia ini di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh para the founding fathers kita. Negeri-negeri Adat dimaksud itu telah ada dan sarat akan local wisdom disertai nilai-nilai kearifan lokalnya masing – masing baik itu pada Negeri-negeri di wilayah Pegunungan (Interior), wilayah Pesisir pantai maupun di wilayah Kepulauan.

Lanjut dijeaskan, pengakuan dari Negara akan hak-hak adat sangat jelas termaktub pada pasal dalam UUD 1945 sebagaimana disebutkan diatas yang merupakan embrio dari seluruh rangkaian Perundang – undangan apapun di Indonesia. Dalam semangat hukum positif kita tidak boleh ada aturan apapun yang dibuat itu bertentangan dengan UUD 1945.

“Dalam kaitannya dengan tuntutan pemekaran dusun menjadi Desa di Kabupaten SBB, respon Bupati SBB yang menyebutkan itu kewenangan Negeri / Desa Induk membuktikan bahwa Bupati SBB selaku anak adat paham akan aturan bernegara,” akui dia.

Ia memaparkan, Bahwa mayoritas Dusun-dusun di Kabupaten SBB itu berada di dalam wilayah Ulayat (Adat) dari Negeri – negeri Adat sebagai pemilih sah atas area wilayah itu. Dengan demikian sudah barang tentu itu menjadi kewenangan absolut dari Negeri-negeri induk itu untuk mengaturnya.

Hal ini kata dia, sejalan dengan hak asal-usul yang diberikan kepada Desa oleh Negara sebagaimana ditegaskan Negara dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jika Bupati SBB menyetujui usulan pemekaran Dusun menjadi Desa administrasi tanpa melewati proses yang sifatnya bottom -up atau proses persetujuan dari masyarakat adat di Negeri induk lewat Musyawarah Negeri

“Yang dibuktikan dengan penandatanganan berita acara persetujuan dari seluruh stake holder di negeri induk maka itu akan menjadi legal standing yang kuat untuk masyarakat adat di Negeri induk menggugat Bupati SBB ke ranah hukum karena telah melakukan Onrechtmaghtidied,” ulasnya.

Hermanses juga memberikan salah satu contoh kasus di negeri Tahalupu dimana usulan pemekaran dusun – dusun di dalam wilayah ulayat Negeri Tahalupu direkomendasikan oleh Kepala Desa dan BPD Tahalupu ke pemerintah daerah tanpa melewati proses musyawarah negeri dan tidak ada dalam lembaran Desa apalagi batas – batas desa juga tidak dilampirkan.

“Pemerintah daerah idealnya memberikan edukasi tentang hal seperti ini di 121 dusun di SBB agar masyarakat tidak keliru menafsirkan aturan-aturan main dalam kita hidup bernegara. Bupati SBB tidak boleh terpengaruh dengan orang-orang di sekelilingnya yang mayoritas bukan Anak – anak Negeri Adat dengan alasan apapun.”

“Intinya tegas Hermanses, sejatinya Bupati SBB fokus menghadirkan Perda Adat tentang Penetapan Negeri di SBB sebagai fakta bentuk pertanggungjawaban moral sebagai kepala daerah yang representasi dari negeri adat,” tambah Hermanses mengakhiri keterangannya.*** FIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *